iklan JADI SAKSI : Semion Tarigan saat jadi saksi tersangka Sepdinal dalam 
kasus dugaan korupsi dana Kwarda Pramuka di pengadilan Tipikor Jambi 
Kamis (24/4)
JADI SAKSI : Semion Tarigan saat jadi saksi tersangka Sepdinal dalam kasus dugaan korupsi dana Kwarda Pramuka di pengadilan Tipikor Jambi Kamis (24/4)
Direktur Utama PT Inti Indosawit Subur (IIS), Semion Tarigan dihadirkan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebagai saksi dalam persidangan kasus dugaan korupsi dana Kwarda Pramuka 2009-2011, dengan terdakwa Sepdinal.

Semion Tarigan saat memberikan keterangan dihadapan majelis hakim, mengatakan bahwa dari pihak PT IIS tidak mengetahui kapan berakhirnya kerjasama bagi hasil kebun sawit antara Kwarda Pramuka Jambi dengan PT IIS. Karena tidak dicantumkan dalam akte perjanjian.

Majelis Hakim yang diketuai Paluko Hutagalung menanyakan kepada Semion Tarigan, kapan perjanjian antara Kwarda dan PT IIS ini berakhir?. Semion mengatakan biasanya perjanjian berakhir 25 tahun, dasarnya ketika kebun sudah tidak menghasilkan lagi alias tidak produktif. "Biasanya sekitar 25 tahun," jawab Direktur PT IIS, Semion Tarigan, Kamis (24/4).

Namun saat ditanya oleh Hakim mengenai status lahan yang hampir 20 tahun, proses pengurusan HGU-nya dari 1994 sampai sekarang tidak ada. Dijelaskan dia, tanah yang digarap awalnya adalah tanah negara, itu diketahui dari keterangan dinas kehutanan. Dibenarkan dia kalau proses pengurusan HGU sampai sekarang belum selesai. "Seluruh urusan tanah menjadi tanggung jawab kwarda," terangnya.

Semion menjelaskan bahwa tanah untuk kebun itu milik kwarda pramuka. Dasarnya akta notaris yang menyebutkan tanah dimiliki dan dikuasai oleh pramuka.

Ditanya hakim terkait dewan komisaris dan komisaris, Semion Tarigan tidak tahu. Meski ditanya beberapa kali saksi hanya diam, kemudian menjawab bahwa akan dijawab dengan melengkapi berkas. Semion menjawab bahwa dia tidak bisa menjelaskan saat ini. Dan akan melengkapi berkas terkait dewan komisaris dan komisaris. ”Nanti akan kita jelaskan, Pak," jawabnya
--batas--
Majelis Hakim langsung mengatakan bahwa pertanyaan itu harus dijawab dalam sidang berikutnya. Karena apabila tidak, maka bisa jadi pengelola kebun sawit menjadi terdakwa lantaran tidak ada legalitas. "Jangan-jangan lahan ini diserahkan gubernur ke PT yang legalitasnya dipertanyakan. Kalau tidak dijelaskan akan jadi pertanyaan publik," ujar Paluko Hutagalung.

Sementara, dasar persentase dana bagi hasil  kwarda 30 persen dan perusahaan 70 persen juga dipertanyakan hakim. Penerapan pola pembagian itu, kata dia mengambil pola PIR transmigrasi, yang biasa dilakukan di Jambi. Sebanyak 70 persen untuk biaya investasi, kultur teknis, pemasaran, biaya-biaya lain perusahaan. "30 persen bersih untuk kwarda pramuka, selebihnya biaya operasional, biaya manajemen, biaya teknis perusahaan," terang Semion.

Panen sawit dilakukan tiap dua minggu, sejak tahun 2000-an. Disebut Semion bahwa ada pihak kwarda yang turun mengawasi. Semion sendiri menerima laporan hasil tahunan secara global. Ini juga menjadi pertanyaan hakim, karena tidak pernah ada laporan per bulan diketahuinya.

Kepada Semion, penasehat hukum Sepdinal, Sarbaini bertanya  kenapa Semion tidak konfirmasi ke wagub H Musa perihal tanah. Dijawab dia,terkait tanah adalah urusan kwarda, dan itu dipercayainya. Dijelaskan juga ketika rapat 8 April 2003, staf melaporkan mereka sedang urus HGU.

Sementara itu atas keterangan Direktur Utama PT IIS, Semion Tarigan, terdakwa Sepdinal mengatakan menerima keterangan dari saksi.

Majelis Hakim yang diketuai Paluko Hutagalung langsung menutup sidang dan sidang selanjutnya digelar minggu depan, masih dengan agenda mendengar keterangan saksi, dan masih dengan menghadirkan Semion sebagai saksi.


Sumber :  Jambi Ekspres

Berita Terkait



add images