iklan
Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi, Senin 5/5 memeriksa Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) dan kontraktor pelaksana, dalam kasus dugaan korupsi proyek pipanisasi air bersih Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, tahun 2008-2010.

Saksi yang diperiksa penyidik Kejati untuk dimintai keterangan adalah PPK bernama Aprides dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tanjabbar. Sedangkan dari pihak kontraktor yang diperiksa adalah Khairul Saleh, selaku pelaksana lapangan 2005-2008 dari PT Bina Konsindo, yang juga kuasa direktur PT Siramba Kirana 2008.

Pantauan Jambi Ekspres di gedung Kejaksaan Tinggi (Kejati) Jambi sekitar pukul 13:00 WIB tampak Aprides dari Dinas Pekerjaan Umum Kabupaten Tanjabbar yang menjabat sebagai Penjabat Pembuat Komitmen (PPK), mengenakan baju putih tangan pendek memasuki ruang Kasi Penuntutan, Muhammad Makmun.

Sementara itu sekitar pukul 13:45 WIB tampak Khairul Saleh selaku Kontraktor dan pelaksana lapangan 2005-2008 dari PT Bina Konsindo, yang juga kuasa direktur PT Siramba Kirana 2008. memasuki ruang penyidik yaitu ruangan Ibuk Diyah.

Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jambi, Masyroby, mengatakan bahwa ada dua saksi yang diperiksa untuk  dimintai keterangan terkait kasus dugaan korupsi proyek pipanisasi air bersih Tungkal, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, tahun 2008-2010.

”Iya, kemarin kita sudah melakukan pemanggilan kepada dua orang saksi untuk dimintai keterangan, untuk diperiksa hari ini (Kemarin red) terkait kasus pipanisasi,” ujar Asisten Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Jambi, Masyrobi. Senin (5/5).

Proyek pipanisasi air bersih, dahulu sudah naik ke tingkat penyidikan namun mandeg. Kejaksaan Tinggi Jambi kemudian melakukan penggantian tim penyidik, karena banyak yang sudah pindah. Kasus ini kemudian mulai penyelidikan lagi dari awal. “Sampai saat ini kita masih mendalami dulu, belum ada tersangka,” sebutnya

Proyek pipanisasi 2008-2010 nilainya sekitar Rp 200 miliar. Kepala Kejaksaan Tinggi Jambi Syaifuddin, beberapa waktu lalu menyebutkan, mandegnya proyek tersebut diduga karena ketidak beresan di perencanaan. Dijelaskan bahwa tanah untuk jalur pipa adalah milik masyarakat dan tidak bisa dibebaskan.

Jalur pipa berbeda dari rencana jalur semula. Yang kemudian ketika jalur dialihkan ternyata menyentuh tanah milik orang lain yang belum dibebaskan.

Untuk proyek sebelumnya, tahun 2007 yang menggunakan dana APBN, kata Kasim, juga tidak bisa dipersalahkan. Itu karena proyek 2007-2008 sudah terpasang. Kemudian proyek lanjutannya, tahun 2008-2010 yang menggunakan dana APBD, yang tidak bisa dipakai.  Padahal proyek itu satu kesatuan.


Sumber : Jambi Ekspres

Berita Terkait



add images