iklan Sejumlah pekerja wanita tengah menyusun sepatu.
Sejumlah pekerja wanita tengah menyusun sepatu.
Kendati neraca perdagangan non migas Indonesia mengalami surplus, namun ada beberapa komoditas yang kinerjanya melorot pada kuartal pertama ini. Salah satunya produk alas kaki. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik ekspor alas kaki pada Januari mencapai USD 344,1 juta lalu pada Februari turun 19,5 persen menjadi USD 277,7 juta dan pada Maret kembali turun menjadi USD 276,7 juta.

Menurut Sekretaris Jenderal Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprinsindo) Binsar Marpaung penyebab penurunan kinerja ekspor lantaran harga sepatu yang naik USD 1. Sehingga saat ini setiap pasang sepatu biaya produksinya rata-rata mencapai USD 6,8 atau setara Rp 65,9 ribu. Kenaikan itu merupakan yang tertinggi selama 10 tahun terakhir, sebab selama ini kenaikan biaya produksi rata-rata USD 0,2 per tahun. Dengan besaran itu, lanjutnya, biaya produksi sepatu Indonesia lebih tinggi dibanding produsen lainnya. Misalkan saja Tiongkok (USD 5,96) dan Vietnam (USD 4,69).


"Itulah yang menjadi ekspor turun. Daya saing kita semakin lemah dengan negara lain," terangnya pada Jawa Pos kemarin. Dia mengungkapkan banyak negara tujuan ekspor yang mengalihkan pemesanan sepatu ke negara tetangga Vietnam, Myanmar, dan Kamboja.


Binsar menjelaskan Komponen terbesar penyebab kenaikan biaya produksi itu adalah naiknya upah buruh dan kenaikan tarif dasar listrik. Sebagaimana diketahui, industri sepatu merupakan industri padat karya. Sehingga kenaikan upah, lanjutnya, sangat memukul pengusaha dan terpaksa menaikkan harga. Sebenarnya Binsar setuju dengan kenaikan upah asalkan diikuti dengan kualitas produktifitas. Pada kenyataannya produktifitas tenaga kerja di Indonesia masih rendah dibanding negara lain. Dia memberi contoh gaji buruh industri alas kaki terendah USD 232 per bulan dengan jam kerja 40 jam per minggu. Sedangkan di Vietnam upah buruhnya USD 112 per bulan dengan jam kerja 48 jam per minggu.


"Ditambah lagi saat ini pemerintah sedang berancang-ancang menaikkan BBM. Kami pesimis dengan kinerja industri persepatuan tahun ini," terangnya. Selain kendala dari dalam negeri, krisis ekonomi global yang masih berlanjut juga menurunkan permintaan ekspor khususnya dari Amerika dan Eropa. Akhirnya saat ini pengusaha mencoba mengalihkan pasar ke Timur Tengah dan Amerika Latin.


Binsar menambahkan, industri sepatu berorientasi ekspor. Kontribusi ekspornya sekitar 70 persen dari total produksi. Jenis sepatu yang diekspor dari Indonesia yakni sepatu olahraga, sepatu kasual, dan sepatu kulit. Negara tujuan ekspor utama Indonesia yakni Amerika Serikat, Jerman, Portugal, Inggris, Brazil, dan Italia.


Sebagai catatan ekspor alas kaki tahun lalu mencapai USD 3,5 miliar atau naik 6 persen dibanding 2011. Pada kuartal pertama 2012 ekspor alas kaki mencapai 811,2 juta. (sumber: jambi ekspres)

Berita Terkait



add images