Meski triwulan 1-2013, ekonomi tumbuh sebesar 8,36 persen (yoy), melambat dibandingkan dengan pertumbuhan pada triwulan sebelumnya 9.09 persen (yoy), tapi pertumbuhan tersebut masih lebih tinggi dibandingkan pertumbuhan ekonomi nasional 6,02 persen. Bahkan, tertinggi di Sumatera dan keenam tertinggi dari seluruh Provinsi di Indonesia. Lima Provinsi dengan pertumbuhan tertinggi di Indonesia terletak di Kawasan Timur Indonesia, diantaranya Papua, Sulteng, Papua Barat dan Sulbar.
Deputi Kepala Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Jambi, Poltak Sitanggang menjelaskan, meski pertumbuhan perekonomian Jambi tertinggi di Sumatera, namun pangsa perekonomian (PDRB_red) Jambi ketiga terendah di Sumatera diatas Bangka Belitung dan Bengkulu. PDRB tertinggi masih tetap Riau, Sumut, Sumsel, Lampung, Sumbar, Aceh, Kepri.
"PDRB Jambi jika ingin menyamai Lampung saja, harus meningkat 200 persen," kata Poltak didampingi Meily Ika Permata, Manager Unit SKS Bank Indonesia dalam diskusi bersama Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jambi, Kamis (16/5).
Lebih lanjut Poltak menjelaskan, penyebab melambatnya perekonomian Jambi pada triwulan 1-2013, dari sisi permintaan disebabkan oleh menurunnya konsumsi pemerintah. Namun masih tingginya pertumbuhan investasi dan terjaganya konsumsi rumah tangga menyebabkan pertumbuhan ekonomi Jambi masih dapat bertahan di angka yang cukup tinggi.
Dari sisi penawaran, turunnya produksi migas menjadi sumber utama perlambatan ekonomi. Namun demikian, sektor bangunan yang tumbuh dengan pesat dalam setahun terakhir serta masih baiknya pertumbuhan sektor pertanian, dan perdagangan menjadi penyangga utama tingginya pertumbuhan.
Berdasarkan hasil Kajian Ekonomi Regional Provinsi Jambi, perekonomian Jambi pada triwulan laporan menghasilkan output (PDRB) Rp19,90 triliun atau 0,93% perekonomian Indonesia yang sebesar Rp2.146,9 triliun. Pangsa perekonomian Jambi tersebut meningkat dari tahun 2012 yang sebesar 0,88%.
--batas--
Struktur perekonomian Jambi pada triwulan I-2013 menunjukkan bahwa sektor primer masih menjadi penyumbang terbesar yaitu 45,77% dari jumlah PDRB Provinsi Jambi, diikuti sektor jasa-jasa (tersier) 36,83% dan sektor sekunder sebesar 17,40%.
Dari sisi harga lanjut Poltak, Pada triwulan I-2013,inflasi kota Jambi tercatat 6,06% (yoy),lebih tinggi dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang sebesar 4,22% serta rata-rata inflasi triwulan pertama dalam tiga tahun terakhir 5,98%. Peningkatan tersebut katanya juga sejalan dengan meningkatnya inflasi nasional dari 4,30% menjadi 5,90%. Pergerakan angka inflasi bulanan (m-t-m) pada bulan Januari, Februari dan Maret 2013 masing-masing 1,46%, 0,52% dan 0,1%.
Meningkatnya inflasi Kota Jambi utamanya disebabkan, oleh meningkanya inflasi volatile food dari 2,33 % (yoy) menjadi 11,87 % (yoy), sementara inflasi inti dan administered price mengalami penurunan. Meningkatkan kelompok inflasi volatile food disebabkan oleh meningkatnya harga bahan makanan terutama bumbu-bumbuan yang mencapai 65,49% (qtq).
Perkembangan perbankan juga menunjukkan peningkatan dari sisi aset, penghimpunan dana dan penyaluran kredit. Loan to Deposits Ratio (LDR) perbankan berdasarkan bank pelapor naik sebesar 224 persen menjadi 109,72%. Aset kredit perbankan pada Triwulan laporan sebesar Rp 26,6 triliun.
Outstanding kredit bank umum meningkat 4,54 % (qtq) menjadi Rp 20,1 triliun, sementara DPK meningkat 2,40 % (qtq) menjadi 18,3 triliun. Kualitas kredit yang diberikan masih relatif terjaga dari rasion Non Performing Loan (NPL) gross bank umum yaitu sebesar 2,25 persen yang masih dibawah ketentuan 5 % meskipun sedikit lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya 1,70 persen.
Lebih lanjut Poltak mengungkapkan, pada Triwulan 1-2013, aktivitas pembayaran juga mengalami peningkatan yang tercermin dari meningkatnya transaksi kas dan nilai kliring dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Namun demikian, transaksi melalui RTGS mengalami penurunan.
"Aliran kas masuk BI Jambi mencapai Rp 846,55 miliar, meningkat 63,39 persen, sementara kas keluar mencapai Rp 964,64 miliar meningkat 24,96 persen. Dengan demikian terdapat net aliran kas keluar mencapai Rp 118,09 miliar, jauh lebih rendah dari tahun lalu yang mencapai Rp 235,85 miliar turun 53,48 persen," bebernya.
Untuk pembayaran non tunai, nilai kliring mengalami peningkatan sebesar 1,24 persen dibandingkan triwulan sebelumnya menjadi Rp 2.519,69 miliar. Sedangkan pembayaran melalui RTGS dari Jambi mengalami penurunan 35,47 persen.
Menurunya transaksi RTGS tersebut disebabkan oleh menurunnya aliran giral yang masuk ke Provinsi Jambi mencapai 57,06 persen. Berbeda dengan keuangan tunai yang menunjukkan tingginya angka uang keluar dari Jambi ke daerah lain, keuangan non tunai menunjukkan lebih tingginya uang yang masuk ke Jambi. Namun mulai terjadinya perlambatan ekonomi berpengaruh dalam berkurangnya aliran gilar ke Jambi.
"Total transaksi RTGS Jambi pada triwulan 1-2013 sebesar Rp 41.811,11 miliar yang terdiri atas transaksi RTGS masuk ke Jambi 53,20 persen, transaksi RTGS keluar Jambi 37,15 persen dan transaksi RTGS intra Provinsi Jambi 9,64 persen," ungkapnya.
Sementara itu, realisasi pendapatan Provinsi Jambi pada triwulan 1-2013 mencapai Rp 695,54 miliar terealisasi 28,43 persen dari APBD. Sedangkan realisasi belanja baru sebesar 13,58 persen atau Rp360,29 miliar. Masih terbatasnya realisasi belanja disebabkan ralatif lamanya proses lelang pekerjaan dan belum diambilnya uang muka proyek oleh pemenang lelang.
"Dibandingkan dengan tahun lalu, realisasi tersebut meningkat masing-masing sebesar 2,88 persen dan 15,16 persen," kata Poltak.
Berdasarkan jenisnya, pendapatan terbesar masih tergantung dari transfer pemerintah pusat dari dana APBN yang mencapai Rp 458,74 persen atau 65,95 persen. Sementara PAD yang didapatkan melalui pajak, retribusi, serta pengelolaan kekayaan daerah mencapai Rp 236,58 miliar atau 34,01 persen. Dari sisi belanja, belanja terbesar masih ditunjukkan untuk belanja operasional Rp 233,03 miliar atau 64,68 persen sementara realisasi belanja modal sebesar Rp 31,11 miliar atau 8,63 persen.
sumber: jambi ekspres