iklan PROTES: Karena tidak sesuai dengan sosialisasi, maka warga desa Tunas 
Baru Kecamatan Muarosebo menolak pengaspalan jalan dan penimbunan di 
desa mereka.
PROTES: Karena tidak sesuai dengan sosialisasi, maka warga desa Tunas Baru Kecamatan Muarosebo menolak pengaspalan jalan dan penimbunan di desa mereka.
SENGETI, Warga desa Tunas Baru Kecamatan Muarosebo menolak pengaspalan di desa tersebut tepatnya di sekitar SD 117. Warga juga membuat tulisan yang intinya menolak pengaspalan dan penimbunan jalan yang kini sedang berlangsung.

‘’Permintaan penghentian pengaspalan jalan, karena warga menilai pengerjaan tidak sesuai dengan sosialisasi sebelum diaspal,’’ tutur tabri, warga setempat.

Tabri menjelaskan selain merasa dibohongi, jalan yang diaspal juga semakin mengecil. ''Katanya mau diaspal semua. Nyatanya dari Desa Jambi Tulo hingga Candi Muarojambi semakin kecil. Kami minta pengaspalan dihentikan sebelum ada penjelasan,'' katanya.

Sekda Muarojambi, H imbang Jaya, mengaku memang mendapat laporan terkait pengaspalan jalan tersebut. Menurutnya, dirinya tidak mengetahui kenapa pekerjaan jalan tidak sesuai dengan yang disosialisasikan. ''Saya juga tidak tahu awalnya hanya pelebaran tapi kenapa ditinggikan tidak tahu,'' akunya seraya menginformasikan, bahwa ia akan mengirim surat ke PU Provinsi Jambi untuk mendengar penjelasan dari PU provinsi mengenai jalan tersebut.

Terpisah, Camat Muarosebo, Salmah Mahir, ketika dikonfirmasi tidak mengetahui ada warga yang menolak pengaspalan jalan itu. ''Jalan itu dikerjakan provinsi, memang awal sosialisasi jalan hanya diperlebar bukan ditinggikan,'' sebutnya.

Lebih lanjut Salma Mahir, menjelaskan sewaktu sosialisasi warga setuju pelebaran jalan dan warga bersedia memindahkan warung mereka yang ada di pinggir jalan. ''Semua warung sudah dimundurkan, tapi kenapa berobah saya tidak tahu alasannya,'' tandas Salma.

Informasi yang diperoleh, selain tidak sesuai dengan yang disosialisasikan, warga juga menuntut uang pembebasan lahan yang terkena pelebaran jalan. Sedangkan lokasi yang ditimbun setinggi 40 cm itu memang rawan akan kerusakan karena berada di pinggir dirawa-rawa yang sewaktu-waktu bisa banjir. Awala penimbunan tidak ada gejolak namun ketika hendak diaspal setelah di timbun batu letrik warga malah menolak untuk diaspal.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images