iklan SIDANG :  Direktur CV Dulan Dari, Zainal Abidin terdakwa kasus dugaan 
korupsi pengadaan 100 kapal pompong jalani sidang di pengadilan Tipikor 
Jambi.
SIDANG :  Direktur CV Dulan Dari, Zainal Abidin terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan 100 kapal pompong jalani sidang di pengadilan Tipikor Jambi.
Direktur CV Dulan Dari, Zainal Abidin terdakwa kasus dugaan korupsi pengadaan 100 kapal pompong yang nilai proyeknya Rp 3,448 miliar dengan agenda pemeriksaan terdakwa.

Dalam persidangan, Zainal mengakui kesalahannya karena pencairan telah dilakukan seluruhnya, namun barang belum masuk semua. "Barang belum semua masuk tapi dana sudah dicairkan semua," ujar Zainal Abidin, di hadapan majelis hakim yang diketuai Mahfuddin, Kamis (1/8).

Di sidang tipikor beragenda pemeriksaan terdakwa kemarin, disebutkan ada empat tahap pencairan, dengan total uang Rp 3,448 miliar. Uang tersebut masuk rekening CV Dulan Dari, yang keluar masuknya dalam sepengetahuan terdakwa.

Sementara terkait spesifikasi kapal, terdakwa tidak begitu mengetahui, karena apa yang dikerjakan hanya berdasar gambar. Zainal sendiri baru pertama kali ikut tender pengadaan kapal.

Majelis hakim mengetahui bahwa terdakwa tidak berpengalaman soal pengadaan kapal. Mengapa mengambil proyek meskipun tak punya keahlian di bidang tersebung? Cari pengalaman. Diiyakan juga bahwa yang mengarahkan dia mengikuti proyekn yaitu seorang anggota DPRD yang adalah sepupunya.

Proyek tersebut nilai kontraknya Rp 3,448 miliar dengan waktu pelaksanaan 64 hari, dari 11 Oktober-14 Desember 2011, dan addendum 10 hari sampai 24 Desember 2013. "Kontrak saya tanda tangani sendiri dan KPA," ujarnya.

Pengerjaannya mulai seminggu sebelum kontrak. Ada 8 kelompok mengerjakan dengan tempatnya masuk wilayah Provinsi Kepri. Tidak ada kontrak tertulis dengan para pengrajin kapal tersebut, pengrajin di luar CV Dulan Dari. "Tidak ada kontrak tertulis, kalau terjadi apa2 gimana?" tanya majelis hakim.

Majelis hakim pun menanyakan tentang pembuat gambar (desain) kapal yang adalah lulusan STM. Terdakwa menjawab tidak tahu karena yang menentukan itu dari KPA (kuasa penggunaan anggaran).

Selain itu majelis juga bertanya apakah pengrajin yang mengerjakan kapal bersertifikasi dan adalah karyawan sendiri? Dijawab bahwa dia tidak punya anak buah, dan semua itu dikerjakan oleh pengrajin tanpa ada kontrak tertulis. "Yang jalan tahun 2012-2013 juga tidak punya tenaga. Beli sama pengrajin. Tahun 2009-2010 juga hanya menumpang. Tidak ada sertifikasi," terangnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images