iklan
MUARATEBO, Ketua Perkumpulan Pelita Kita (PETA), Otaviandi Mukhlis mengungkapkan, Suku Anak Dalam (SAD) merupakan aset daerah yang nyata. Dengan catatan, semua pihak harus terlibat dan serius melakukan pemberdayaan kepada warga SAD.

Menurut Otaviandi, Indonesia adalah salah satu Negara yang memiliki ribuan suku bangsa yang beraneka ragam. Sayangnya, lanjut Otaviandi, keberadaan SAD belum mendapat perhatian yang serius dari pemerintah. Akibatnya, keberadaan mereka kian terpinggirkan. “Sebenarnya mereka adalah aset yang tidak dimiliki oleh daerah lain. Sayangnya, aset ini kurang dikelola dengan serius,” katanya.

Otaviandi menyatakan, selama ini kehidupan warga SAD sangat tergantung sekali dengan hutan dimana tempat mereka tinggal. Untuk mencari makan, mereka biasanya berburu secara berkelompok. Hasil tangkapannya dimakan secara bersama-sama. Selain berburu, mereka juga mengumpul buah-buahan yang ada dihutan untuk dimakan. “Intinya, sumber hidup SAD adalah hasil hutan,” tegasnya.

Namun kondisi yang ada saat ini, banyak perusahaan yang membuka hutan untuk dijadikan lahan perkebunan dalam skala yang sangat laus. Ditambah lagi dengan aktivitas perambah, membuat luas hutan yang selama ini menjadi sumber kehidupan SAD kian berkurang dan hasilnya juga ikut berkurang.

Ditambahkannya, jumlah SAD terus bertambah sedangkan luas hutan semakin berkurang. Ini yang membuat SAD sering bertindak anarkis. Karena hutan yang menjadi sumber hidup mereka sudah tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. “Kita sudah sering mendengar konflik lahan antara SAD dengan perusahaan. Tapi pernahkah kita mencari tahu apa penyebab terjadinya konflik tersebut?,” tuturnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images