iklan
Al-Haris dan Khafid Moein resmi dilantik oleh Gubernur Jambi H. Hasan Basri Agus tanggal 6 Agustus 2013 M/27 Ramadhan 1434 H, beberapa hari lalu sebagai bupati dan wakil bupati Merangin periode 2013-2018. Pelantikan yang berlangsung digedung rakyat tersebut merupakan bagian sumpah janji seorang pejabat sebelum memangku jabatan untuk menyatakan komitmen dan kesungguhan membawa kehidupan masyarakat yang dipimpinnya menjadi lebih baik, berkeadilan serta bermartabat. Paling tidak itulah esensi makna pengambilan sumpah tersebut yang disaksikan oleh berbagai unsur masyarakat, terlebih lagi yang perlu diingat bahwa sumpah tersebut pada hakikatnya disaksikan oleh Allah SWT, yang merupakan sebaik-baik saksi dan yang akan meminta pertanggungjawaban kelak.

Pasangan al-Haris dan Khafid Moein yang disingkat dengan HARKAD ini menjadi catatan sejarah tersendiri bagi oleh masyarakat ”Tali Undang Tambang Teliti” dan tentu saja buat al-Haris dan Khafid Moein sendiri. Perjalanan pesta demokrasi lima tahunan itu pada kenyataannya tidak semulus sebagaimana yang diharapkan, yakni sempat memasuki ranah Mahkamah Konstitusi (MK) yang digugat oleh salah satu pasangan, meskipun gugatan itu ditujukan kepada pihak penyelenggara pemilihan bukan pada pasangan dan berujung ditolaknya oleh MK. Pada konteks ini, persoalannya bukan terletak pada masalah tersebut lagi melainkan sikap bijaksana dan lapang dada untuk melupakannya dan beralih pada bagaimana mewujudkan program lima tahun kedepan bisa dilakukan dengan baik dan menyentuh persoalan mendasar bagi kehidupan masyarakat.

Setumpuk harapan dan problematika menunggu keseriusan pemangku pada pasangan ini. Masalah birokrasi pemerintahan, infrastruktur dan masalah-masalah lain yang memerlukan perhatian. Meskipun kepala daerah memiliki kewenangan untuk menunjukkan para pembantunya, namun masalah profesionalitas atau jabatan karir bukan merupakan sesuatu yang harus diperhatikan takkala menentukan posisi pejabat melainkan pada sejauh mana kontributifnya dalam suksesi dan lain-lain, atau bisa juga disebabkan oleh kedekatan emosioanal sehingga menempatkan pada tempat yang tidak layak. Akibatnya, yang terjadi lambatnya mereka memahami tugas dan fungsi yang mesti dilakukan lebih cepat, selain itu berpengaruh pada birokrasi yang tidak sehat.

Hal lain yang dirasakan menjadi keluhan masyarakat pada umumnya tentang infrastruktur sebagai urat nadi perekonomian masyarakat tidak diperhatikan bahkan pada daerah-daerah tertentu terkesan diabaikan. Beberapa jalan kecamatan tertentu sangat memprihatinkan, misalnya sepanjang jalan menuju kecamatan Tabir Ulu, meskipun kini tengah meningkat statusnya namun dapat diduga jalan tersebut tidak dapat bertahan cukup lama mengingat adanya aktivitas PETI yang beroperasi dengan menggunakan kendaraan yang bertonase cukup tinggi, ditambah lagi kendaran-kendaran yang mengangkut batu (koral) melintas dengan leluasa sehingga kepentingan masyarakat secara umum tergannggu oleh oknum-oknum yang tidak bertanggungjawab, dan malah kontribusinyapun tidak dirasakan oleh masyarakat, entah kemana.

Kini, masyarakat mempunyai ekspektasi pada bupati baru, al-Haris dan Khafid Moein, yang kedunya sarat pengalaman dalam dunia birokrasi pemerintahan dan mudah-mudahan pula cakap dalam memahami kebutuhan masyarakat yang diayominya. Tidak berlebihan dikatakan, masyarakat kabupaten induk ini menghendaki inovasi-inovasi bagi kemajuan dalam berbagai bentuk. Harus disadari, tidak heran kabupaten yang baru seumur jagung, seperti Sarolangun dalam hal-hal tertentu dapat menyamai dan malah lebih ungggul dari kabupaten yang berdiri lebih dari setengah abad ini. Tentu, hal ini tidak laik segalanya ditumpah pada kepala daerah tanpa didukung oleh semua elemen masyarakat, yang pada satu sisi sebagai kontrol sosial terhadap pemerintah dan kecakapan yang terpendam dengan stockholder sumber daya manusia Merangin yang tidak bisa diabaikan pada sisi lain.

Pengambilan sumpah jabatan bupati dan wakil bupati Merangin ini, hanya berselang dua hari dua sebelum perayaan Idul Fitri 1434 H. Kaitan dengan ini, hikmah ibadah puasa sebagai sarana pendidikan Ilahi untuk menanamkan tanggungjawab pribadi. Pengertian tanggungjawab itu sendiri mengisyaratkan adanya aspek sosial dalam perwujudan pada kehidupan nyata di dunia ini, sehingga yang muncul kemudian adalah penanaman rasa solidaritas sosial untuk berbuat baik sebanyak-banyaknya untuk dan atas nama masyarakat yang dipimpin. Selain itu, puasa benar-benar merupakan latihan dan ujian kesadaran akan adanya kehadiran Allah SWT, dan yang mutlak tidak pernah lengah sedikitpun dalam pengawasan-Nya terhadap tingkah laku hamba-hamba-Nya. Semoga setiap niat dan kebijakan yang diambil bermuara pada kepentingan umum karena dimulai dari dan dalam suasana yang fitri, semoga, amin.

Penulis adalah Dosen Fak. Adab-Sastra dan Kebudayaan Islam IAIN STS Jambi.

Berita Terkait



add images