Tutu nama ini bukanlah nama yang asing dimata seniman grafiti. Beberapa waktu lalu, sosoknya hadir di Jambi dengan menorehkan karya grafitinya yang dapat dilihat di bilangan Gatot Subroto.
JIKA anda melewati Jalan Gatot Subroto, anda akan menemukan sebuah karya besar di biboard berukuran 4x8 . Meskipun sekilas tampak seperti hasil digital printing, namun baliho tersebut asli hasil buatan tangan Tutu (44), seorang pelopor grafiti ternama yang namanya sudah tidak asing lagi dikalangan pelaku grafiti Indonesia.
“Proses pembuatannya terbilang lumayan. Dikerjakan mulai pukul 10 pagi hingga 4 sore,” ujarnya saat ditemui Minggu, (13/10).
Ini merupakan kali pertama pria berdarah Bali tersebut datang ke Jambi. Diusung oleh sebuah brand yang lebih melirik generasi muda, Tutu secara pribadi memiliki misi tersendiri bagi pelaku seni grafiti khususnya di daerah.
Menurutnya, grafiti selama ini masih berada pada zona abu-abu dimana masih banyak pertentangan dengan seni coratcoret dinding ini di masyarakat. Padahal seiring perkembangan zaman, grafiti sudah menjadi salah satu jenis seni yang sedang berkembang dinegara-negara maju.
“Ketika sharing saya senang memberi masukan terutama pada seniman grafiti lokal untuk terus berkarya diarah yang positif dan menciptakan hasil yang tak mengotori namun memperindah ruang,” papar lelaki lulusan desain ITB ini.
Saat berbicara mengenai latar belakangnya menjadi penggiat seni grafiti, lelaki yang lebih nyaman untuk tidak menyebutkan nama aslinya tersebut mengaku sudah terjun di dunia grafiti sejak tahun 2000. Kala itu, lelaki yang memang suka menggambar sejak kecil ini mengaku tertarik terhadap grafiti karena seni grafiti merupakan seni menggambar dengan tantangan. Dibutuhkan ketepatan komposisi dan waktu yang singkat karena memang grafiti ini lebih sering menjadi masalah bagi masyarakat.
Hingga kini, keahliannya terus diasah sehingga menghasilkan karya-karya yang bisa memenuhi kriteria grafiti profesional. Hingga kini karya-karyanya sudah tak terhitung dan karya yang cukup memukau yakni grafiti di sebuah gedung kosong di bilangan Panglima Polim, Jakarta.
Tak hanya dikenal oleh grafiti lokal, Tutu sempat menjadi perwakilan Indonesia untuk ajang grafiti di negara luar seperti China dan Taiwan.
“Saya hanya berpesan kepada para seniman-seniman grafiti lokal, meskipun masih terus mendapat pertentangan namun saya berharap mereka masih terus dapat mengembangkan ilmu mereka dan menunjukkan bahwa hasil dari grafiti ini positif,” ujar lelaki bertubuh kurus ini.
Penulis : YUNITA SARI. S/JE