iklan WAWANCARA: Wartawan media ini saat mewawancarai Ketua Adat Nimbotong Agus Sawa.
WAWANCARA: Wartawan media ini saat mewawancarai Ketua Adat Nimbotong Agus Sawa.
Hutan adat cukup sakral bagi masyarakat adat Papua. Provinsi ini bahkan sudsah memiliki aturan khusus terkait hutan adat yang perlu dijaga dan dilindungi. Wartawan media ini Dedi Aguspriadi berkesempatan mengunjungi salah satu hutan adat Papua di Nimbotong itu.
 
BERSAMA Yayasan Perspektif Baru (YPB) dan salah satu rekan dari harian terbitan ibu kota, wartawan koran ini diajak untuk mengunjungi Nimbotong,  salah satu daerah hutan adat yang berada di Papua. Kunjungan ini sendiri adalah salah satu rangkaian kegiatan media visit yang digagas YPB.

Untuk menuju Nimbotong, rombongan media visit haruslah menempuh perjalanan lebih kurang 3 jam menggunakan mobil, dengan jarak 130 kilo meter dari ibukota Papua, Jayapura.
Kontur jalan yang berbukit dan banyak kelokan, membuat perjalanan itu menjadi lumayan lama. Laju kendaraan pun merambat dengan kecepatan sedang 60 kilo meter/jam.

Namun demikian, rasa penat seperti hilang tak berbekas selama perjalanan. Pasalnya, di sepanjang jalan yang dilalui,  tim media visit yang beranggotakan empat orang, disuguhkan oleh pemandangan-pemandangan alam yang menawan. Salah satunya panorama alam Danau Sentani yang membiru, dengan bukiti-bukit hijau di sekelingnya.

Perjalanan pun terasa mengasikkan karena kondisi jalan cukup mulus, hanya kelokannya saja yang mengocok perut. Selama dalam  perjalanan menunju hutan adat itu, hanya satu kali rombongan media visit berhenti untuk istirahat, itu pun hanya sekedar makan saiang.

Sekitar pukul 13.45 WIT, rombongan akhrinya sampai di kawasan hutan adat Desa Lembotang, Jaya Pura. Di sini, rombongan sudah disambut oleh masyarakat setempat dan ketua adat Nimbotong Agus Sawa yang juga ketua pengelola hutan adat.

Menurut Agus, masyarakat Papua kehidupannya tergantung pada hutan. Karena hutan merupakan sumber daya alam yang tidak ternilai bagi masyarakat Papua.

"Masyarakat yang merusak hutan adat akan dikeluarkan dari desa. Kami sadar, di dalam hutan banyak tersimpan keanekaragaman hayati sebagai sumber ekonomi," katanya.

Dari hasil hutan ini, katanya, masyarakat Papua bisa menghidupi keluarga, menyekolahkan anak dan membeli perlengkapan rumah. "Kami mendapatkan uang dengan memanfaatkan hutan yang ada di Papua, karna disana lah mata pencaharian masyarakat.  tanpa hutan masyarakat papua tidak akan hidup,” tambah Agus.

Agus juga menyebutkan bahwa kelompoknya mempunyai Koperasi yang bernama Koperasi Serba Usaha (KSU), koperasi ini beranggotakan 37 anggota.

”Masyarakat  hanya meminta kepada pemerintah daerah untuk membantu koperasi  mereka, supaya koperasi ini bisa lebih maju lagi,” sebutnya.

Koperasi yang dimiliki oleh masyarakat Lembatong, lanjut Agus, bukan untuk warga Nimbotong. Warga lain pun bisa bergabung asalkan  bisa mengikuti peraturan yang ada.

Sebelum koperasi ini ada,  masyarakat menjual hasi hutan seperti kayu dan lainnya ke pengepul. Namun warga seringkali tertipu oleh pengepul tersebut.

"Namun setelah koperasi ini berdiri, masyarakat sudah bisa menjual hasil hutan dengan baik dan teratur," tandasnya.

Untuk Jenis kayu yang dihasilkan oleh masyarakat Nimbotong, yaitu kayu Berbau, Kayu Jati dan Matoa.  Diantara Kayu diatas kayu berbau lah kayu yang paling mahal dibeli, karna kayu ini disebut masyarakat papua kayu Besi. (bersambung)

Berita Terkait