iklan
Harga Sawit dan Karet di tingkat petani masih rendah. Salah satunya di Kabupaten Bungo. Untuk harga Sawit hanya Rp 900 per kilonya. Sedangkan harga karet masih Rp 9.000 per kilonya. Harga tersebut sudah berjalan dua hingga tiga bulan terakhir. "Masih dibawah seribu bang harga sawit," kata Suparno, salah seorang petani sawit saat dikonfirmasi media ini, Kamis (24/10).

Dengan harga tersebut, dikatakan Suparno, tidak mencukupi belanja hidup sehari-hari. Dikatakan Suparno, dirinya menjual sayur di pasar Bungo. "Sambil menunggu panen, saya jualan sayur di pasar untuk tambahan belanja dan sekolah anak," akunya.

Dalam satu bulan, diakui Suparno, dirinya bisa memanen sawit dikebunnya hanya dua kali. Satu kali panen hanya 1 ton lebih. "Satu ton itu ado berapolah duitnyo mas. Kalau kita tidak bisa mengatur keuangan kita, susah juga," tegasnya.

Hal yang senada juga dikatakan Safi'i, dengan kondisi ekonomi saat ini dibandingkan dengan harga karet yang hanya Rp 9.000 sangatlah sulit. "Harga karet ini turun naik. Bahkan sempat turun menjadi Rp. 7.000," akunya.

Dirinya berharap kepada pemerintah untuk bisa menaikkan harga karet tersebut. Apalagi saat ini sudah masuk musim penghujan, petani sangat sulit untuk mendapatkan karet. "Dalam satu minggu, kadang kita hanya bisa nyadap tiga hari," katanya lagi.

Lanjutnya, bagi orang yang memiliki modal banyak, mereka sengaja menyimpan karet mereka hingga menunggu harga mahal. Akan tetapi, hal yang seperti itu tidak bisa dilakukan oleh petani yang ekonominya menengah kebawah. "Kalau kitakan makan dari situ," akunya lagi.

Dinas perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Jambi mencatat dalam sepekan harga karet berada di angka yang stagnan yakni  Rp 23.000. Kasi bina usaha Disperindag provinsi jambi, M zaini mengatakan harga tersebut sudah dimulai sejak tanggal 16 silam. “Belum ada kenaikan ataupunpenurunan selama sepekan terahir” ujarnya saat ditemui, Kamis (23/10).

Sementara itu, Sekretaris Gabungan Pengusaha Karet Indonesia (Gapkindo), Hatta Arifin  mengatakan, bahwa harga karet kualitas ekspor dalam beberapa bulan terakhir ini memang masih belum stabil. ini disebabkan oleh keadaan ekonomi dunia dan harganya yang masih mengikuti ketentuan harga karet dunia yang ditentukan oleh bursa dinegara Jepang dan Singapura atau Tokyo community (Tocom) dan secom (Singapure Community).

Menurutnya, harga karet sempat melonjak di angka RP 2.300 dalam 2 minggu terahir. Kemudian secara berturut kembali mengalami penurunan hingga pada harga normal saat ini.
“Belum stabilnya harga tersebut karena harga karet masih mengikuti oleh keadaan ekonomi dunia,” ujarnya.

Mengenai harganya yang cukup berbeda dengan harga dilapangan, Hatta menjelaskan ini dikarenakan harga indikasi yang disebutkan memang berbeda sekitar 50 hingga 60 persen.
Permintaan sendiri masih dalam kondisi normal. Negara-negara pengimpor karet terbesar seperti china, korea dan jepang masih terus mengimpor komoditi besar jambi tersebut.  Sedangkan untuk amerika memang alami  sedikit penurunan permintaan mengingat negara tersebut sedang terjadi krisis ekonomi.

“Kalau dari sisi permintaan masih normal. Namun yang menjadi kendala dalam waktu dekat karena sudah memasuki musim penghujan sehingga kemungkinan produksi akan berkurang,”  tutupnya.

Sementara itu, petani sawit di Tanjab Timur kembali meradang. Pasalnya, harga sawit kembali turun di pasaran. Turunnya harga sawit sudah terjadi sejak satu pekan terakhir. Ucok, salah satu petani sawit mengatakan, saat ini harga sawitnya per kilo hanya dihargai Rp 900. "Padahal sepekan sebelumnya, saya menjual sawit per kilo Rp 950," ujarnya Kamis (24/10).

Dengan turunnya harga sawit, secara otomatis ikut mempengaruhi pembelian kebutuhan rumah tangga seperti sembako. Sehingga dia pun memilih menghemat keperluan sehari-hari. "Harga sawit turun, kebutuhan sembako malah naik," keluhnya.

Hal senada diungkapkan Yanto, salah seorang petani sawit di Kecamatan Dendang. Saat ini per kilo sawitnya dihargai Rp 900-950. "Ini disebabkan adanya portal yang membatasi daya angkut kendaraan pengangkut sawit," jelasnya.

Sebelum adanya portal, kata Yanto, per kilo sawit dihargai tengkulak mencapai Rp. 1200 per kilo, tap sejak adanya portal tengkulak hanya menghargai sawit per kilo Rp. 900. Alasannya untuk mengangkut sawit petani hanya bisa menggunakan mobil pick up. "Tidak bisa lagi pakai truk PS ukuran sedang, sehingga imbasnya kekami," urainya.

Sementara itu, penurunan harga juga terjadi pada harga karet. Harga karet sepekan sebelumnya mencapai Rp 8.500 per kilo, tapi saat ini harga karet turun menjadi Rp 8.000 perkilo.  "Tengkulak membeli karet kami perkilo saat ini Rp 8000. Kenaikan harga karet tidak berlangsung lama," ujar Eman.

Sebagai petani karet dia tidak dapat berbuat banyak dengan penurunan harga jual karet. Karena karet adalah permintaan pasaran dunia. "Kalau permintaan dunia tinggi harga karet kami juga naik, mungkin permintaan karet dunia sedang menurun," keluhnya.

Selain mengeluhkan penurunan harga jual karet, dia selaku masyarakat Kelurahan Nibung Putih juga mengeluhkan minimnya keberadaan mesin sarana pengolahan karet. Terlebih jarak antar kebun karet yang saling berjauh, ikut menjadi kendala dalam kegiatan pengolahan karet. "Kami mengharapkan adanya bantuan mesin pengolahan karet bagi masyarakat. Sebab dengan mesin itu tingkat produksi karet masyarakat secara otomatis akan meningkat," jelasnya.

sumber: je

Berita Terkait



add images