SROT... srot... srot... nyemprot parfum sebelum bepergian pasti jadi ritual wajib bagi sebagian besar orang demi mendapatkan bau badan yang semerbak wangi. Tapi, di balik semua itu, ternyata perfume is so much more than that.
Parfum pertama diciptakan orang Mesir dan digunakan sebagai bagian dari ritual keagamaan. Lama-lama, parfum mulai tersebar ke berbagai pelosok dunia dan jadi ”alat penyembunyi” aroma badan seseorang. Namun, karena harganya yang mahal, parfum hanya milik kaum bangsawan.
Parfum merupakan barang mewah yang jarang ditemui karena jumlahnya langka. Orang-orang Arab kemudian memperkenalkan teknologi distilasi yang memungkinkan parfum sintetis diciptakan. Perkembangan tersebut akhirnya memungkinkan orang-orang biasa untuk ikut menikmati kemewahan parfum yang dulu terbatas untuk kaum aristokrat.
Kini, kita bisa melihat berbagai merek dengan aneka sensasi wewangian yang beredar di pasaran dengan harga sangat terjangkau. Bahkan, hanya dengan merogoh uang sepuluh ribu rupiah di dompet, 10 ml parfum bisa diperoleh. Meski eksklusivitas parfum mulai memudar, parfum dengan aroma tahan lama masih terus diproduksi. Segmentasinya tentulah orang-orang dari kelas menengah atas. Nggak sedikit pula artis yang tertarik berbisnis di indusrtri parfum. Di antaranya, J.Lo, Katy Perry, dan Lady Gaga.
Selain itu, bentuk dan bahan botol parfum ikut andil sebagai daya tarik. Nggak sekadar sebagai wadah penyimpan cairan wewangian, botol parfum juga merupakan sebuah estetika yang menjadi barang koleksi. Dengan terus berkembangnya zaman, fungsi parfum ikut bertransformasi. Nggak cuma bikin penggunanya beraroma menyenangkan, hasil penelitian terbaru menunjukkan bahwa wewangian tertentu juga mampu meningkatkan minat berbelanja seseorang.
Eric Spangenberg, psikolog lingkungan dan dekan Washington State University’s College of Business, meneliti hal itu secara khusus pada 2006. Menurut dia, orang lebih menyukai wewangian yang simpel saat berbelanja. Pria, misalnya, menyukai aroma rose maroc, sedangkan perempuan akan tertarik untuk berbelanja bila menghirup aroma vanila.
”Bila aroma tersebut tidak sebangun dengan harapan konsumen, justru akan mendatangkan kerugian. Contohnya, bila kamu pergi ke toko keju, kamu mengharapkan beraroma seperti keju dan itu bagus. Namun, bila aroma itu malah ada di toko pakaian, kamu akan berjalan keluar karena merasa tidak sesuai,” papar Spangenberg seperti dilansir Pacific Standard.
Maka, jangan kaget dengan rumor toko roti yang memakai parfum roti sehingga aromanya begitu menyengat dan meneteskan air liur. It’s all about marketing and attracting buyer! And perfume was doing it. (sumber: xpresi jambi ekspres)