iklan
Jumlah penduduk Indonesia diperkirakan akan semakin membludak pada tahun ini. Pertambahan penduduk ini secara tidak langsung akan didukung penuh oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) kesehatan. Pasalnya, pada asuransi kesehatan nasional itu, tidak ada pembatasan tanggungan jumlah anak dalam jaminan persalinan (Jampersal).

Selain itu, menurut Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Bidan Indonesia (IBI), Emi Nurjasmi ketika sang jabang bayi lahir, secara otomatis akan ditanggung pula jaminan kesehatannya oleh BPJS kesehatan. Hal ini yang kemudian diperkirakan akan membuat masyarakat tidak perlu berpikir dua kali untuk memiliki banyak anak

"Program ini baik, tapi saat tidak ada pembatasan maka itu yang kita kawatirkan. Tidak adanya aturan sampai anak keberapa biaya persalinan itu digratiskan, membuat orang tidak lagi berpikir panjang untuk punyak anak banyak. Karena sekarang biaya persalinan akan ditanggung, anak yang lahir pun nantinya akan ditanggung kesehatannya, jadi mereka tidak perlu pusing lagi memikirkan hal itu," tutur Emi, Sabtu (11/1).

Dijelaskan olehnya, program serupa sebenarnya juga terjadi saat awal program Jampersal beberapa tahun lalu. Namun saat itu langsung dilakukan evaluasi, sehingga bisa dilakukan penekanan sedini mungkin. Oleh karena itu, pihaknya meminta pada BPJS kesehatan untuk juga segera melakukan pembatasan ini.

"Jampersal juga sama, tidak ada batasan. Tapi karena waktu itu baru dimulai, rasionalnya, kalau kita langsung batasi, sementara ibu yang melahirkan anaknya sudah 6 atau 7, tentunya yang sangat berisiko kan dia. Karena semakin banyak anak, risiko persalinannya juga akan semakin besar. Tapi kan Jampersal ini sudah berjalan hampir 4 tahun, sehingga orang tidak lagi merencanakan kehamilan berikutnya. Jadi menurut saya, saat ini waktu yang tepat untuk memberikan batasan. Langsung saja, misalnya hanya 2 anak yang bisa digratiskan," jelas dia.

Menurutnya, aturan ini lambat laun akan mengancam program pengendalian penduduk di Indonesia. Dengan jumlah penduduk yang semakin banyak, maka negara juga harus bekerja ekstra keras untuk menjamin semua warga negaranya. "Kemampuan negara kan terbatas. Padahal pengendalian penduduk itu penting sekali. Jangan sampai kebijakan yang baru ini justru membuat kebijakan lainnya jadi keteteran," ujarnya. Jika ini terus dijalankan, lanjut dia, tidak ada jaminan bahwa BPJS kesehatan tidak akan bangkrut nantinya.
--batas--
Hal serupa juga disampaikan oleh Ketua Tim Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) PB Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Gatot Soeyono sebelumnya. Gatot mengatakan kemungkinan kebangkrutan BPJS kesehatan dapat terjadi jika BPJS kesehatan tidak segera menarik peserta mandiri. Sebab, hingga saat ini kebanyakan yang daftar adalah mereka yang memang sejak awal telah sakit.

"Skenario buruk, kebanyak yang sakit yang daftar. Bisa-bisa BPJS kesehatan jebol duluan," ungkapnya. Apalagi, lanjut dia, kebanyak dari mereka merupakan pasien dengan penyakit biaya tinggi. Misalnya, pasien penyakit jantung, ginjal, kanker dan diabetes.

Oleh karenanya, Gatot menghimbau kepada pemerintah untuk segera melakukan pembenahan agar kekacauan tidak terjadi. Dengan waktu enam bulan kedepan, pemantauan harus benar-benar dilakukan terhadap jalannya BPJS kesehatan ini. "Satgas dan pemangku kepentingan lain harus aktif melakukan pemantauan," ujarnya.

Terpisah, para warga binaan pemasyarakatan (WBP) atau yang biasa disebut dengan narapidana di Sumatera Utara boleh bernafas lega. Untuk kali pertama, mereka mendapatkan jaminan kesehatan. Kahumas Ditjen Pas, Akbar Hadi Prabowo mengatakan, itu berdasar pada rapat koordinasi antara Kanwil KemenkumHAM dengan Pemda Provinsi Sumatera Utara.

"Rapat itu membahas JKN - BPJS Provinsi Sumatera Utara," jelasnya. Nah, dari rapat itu didapati tiga kesepakatan utama. Pertama, untuk WBP miskin se-Sumatera Utara ditanggung Jamkesda melalui BPJS. Kedua, surat keterangan miskin cukup keterangan dari Kepala UPT seperti Kalapas atau Karutan.

"Ketiga, rumah rujukan adalah RSUD kabupaten kota dan provinsi Rumah Sakit Mina Medan," kata Akbar. Menurutnya, itu adalah terobosan baru dalam dunia kepemasyarakatan. Sebelumnya, bila ada WBP miskin yang dirawat di RS di luar Lapas dibantu program Jamkesmas.

Lebih lanjut Akbar menjelaskan, dengan berlakunya JKN, WBP yang tidak termasuk dalam kategori itu bisa ditanggung BPJS. Itulah kenapa, Akbar mengatakan sangat mengapresiasi langkah Pemda Provinsi dan Kanwil Kemenkumham Sumatera Utara. Dia menyebut itu adalah terobosan dalam pelayanan kesehatan bagi WBP.

Bagaimana dengan daerah lain? Akbar mengatakan belum. Saat ini masih  Sumatera Utara yang dilandasi dari pertemuan antara Kanwil KemenkumHAM dengan Pemda. "Semoga dapat menjadi inspirasi bagi wilayah lain sambil menunggu tindak lanjut regulasinya," katanya.

Saat ini, Menkumham Amir Syamsuddin mengupayakan agar layanan BPJS bisa menyentuh semua WBP. Terutama, bagi mereka yang dianggap kurang mampu. Apalagi, saat ini banyak Lapas yang harus merogoh kocek sendiri untuk membiayai beberapa narapidana.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images