iklan DEMO: Para sopir truk batu bara yang berdemo di Kantor Gubernur Jambi.
DEMO: Para sopir truk batu bara yang berdemo di Kantor Gubernur Jambi.
Upaya para sopir truk batubara meminta pemerintah provinsi Jambi untuk merevisi Pergub Nomor 12 Tahun 2012 dan Pergub Nomor 12 Tahun 2013 belum berhasil. Karena kewenangan untuk mengatur rute operasi truk batubara tersebut ada di pemerintah kabupaten kota.

‘’Kami ingin luruskan. Perda itu tak melarang produksi batubara karena itu izin bupati. Perda itu juga tak melarang mobil angkut batubara. Hanya saja perda itu mengatur bagaimana batubara itu di angkut dari mulut tambang ke sungai,” ungkap Sekda Provinsi Jambi, Ir H Syahrasaddin MSi, saat dialog dengan sopir truk batubara yang berdemo ke kantor gubernur Jambi, Rabu (15/1).

Dia meminta sopir mengkoordinasikan hal itu ke daerah. Dikatakannya, jalan pendek, upah jadi kecil, lalu kalau air rendah juga jadi kesulitan, hanya saja itu persoalan tekhnis. ‘’ Jalan keluarnya bagaimana, saya tahu ini masalah pendapatan keluarga. Perda ini bisa direvisi dan dirubah, namun mengikuti prosedur. Izinkan kami mendiskusikan lagi apa langkahnya. Kalau mau revisi kan ada aturan,” ungkapnya.

Disebutkannya, kewajiban bupati dan walikota buat aturan alur rute yang harus dilalui. Makanya di batanghari di keluarkan perbup-nya. ‘’Ini nanti langsung ke bupati, minta panjang jalannya berapa. Tak ada larangan lewat, hanya saja ada aturannya. Aturan itu tak membuat larangan mobil tak boleh lewat, hanya saja kan ada aturan bupati yang mengatur rute. Nanti kalau tak cocok komunikasikan lagi ke bupati,” tegasnya.

Yang jelas, katanya, Perda adalah harga mati dan harus dijalankan. Namun memang kalau mau evaluasi dan itu butuh waktu.  ‘’Kalau perlu maka memang akan kita lakukan evaluasi,” pungkasnya.
--batas--
Disamping itu, Sekda juga menyindir banyaknya angkutan batubara yang memakai plat luar Jambi. “Dari 139 mobil yang ada melakukan demo memblokir jalan, 76 dari itu plat luar kota. Itu pajaknya kemana, tapi yang merusak jalan siapa. Mobil itu, pajaknya malah kemana? Tidak ke jambi. Kalau plat BH semua itu baru luar biasa,” katanya.

Seperti diketahui, kemarin, sebanyak 139 truk angkutan batu bara, kemarin (15/1) mengepung komplek perkantoran Gubernur Jambi. Mereka datang untuk menolak pemberlakuan Perda nomor 13 tahun 2012 yang sudah dilengkapi Pergub nomor 12 tahun 2013 soal angkutan batu bara.

Ratusan sopir angkutan batu bara menduduki wilayah kantor Gubernur Jambi sejak Rabu dini hari. Malahan mereka mengancam akan memblokir jalan simpang rimbo jika tuntutan mereka tak dituruti. “Kami blokir simpang rimbo kalau tak akan direalisasi kehendak kami. Katanya dulu mobil besar tak bisa lewat, kenapa CPO bisa lewat, kami tak bisa,” kata salah satu sopir dalam orasinya.

Bahkan, pemblokiran dilakukan truk terhadap 2 jalur di lokasi itu. Akibatnya, petugas terpaksa menutup jalur menuju daerah tersebut. “Pergub merugikan rakyat Jambi. Kami bisa menghidupi anak bini dari mobil. Kalau mobil distop kami kami mau makan apa. Ini sudah mendzolimi kami. Dari 100 persen masyarakat jambi, 20 persen hidupnya dari mobil. Jadi jangan putuskan pendapatan kami,” tambah orator tersebut.

Titi, salah satu perwakilan istri sopir batubara mengatakan, jika memang perda ini dibuat dan angkutan batubara terhenti, dia meminta pemerintah buat perda izin untuk merampok. “Karena nanti kami akan merampok semua lah,” tegasnya.

Sekitar pukul 14. 30 WIB, para perwakilan sopir angkutan batu bara didampingi pihak asosiasi angkutan batu bara (asaba) diterima untuk membicarakan hal itu dengan pemprov Jambi. Dalam pertemuan yang dipimpin Sekda Provinsi Jambi, Syahrasaddin, tampak hadir jajaran forkompinda dan yang mewakili.
--batas--
Seperti, kadishub Provinsi Jambi, Benhard Panjaitan, kakan kesbangpol provinsi, ali dasril, asisten II Havis Husaini, asisten I Kailani, Kejati diwakili asintel Kejati Wito, karo hukum Jailani, karo ekbang dan ESDM Hendrizal, kabid binamarga Apit Aris, kadispenda, amir sakib, kasat pol PP, jhon eka powa. Sementara dari asaba hadir Adri SH MH, Hasan Gondrong mewakili pihak sopir angkutan batubara dan beberapa lainnya.

Iskandar, sopir angkutan batubara asal Sarolangun dalam rapat itu meminta perlindungan soal nasib mereka. “Kami kesini bukan minta kerjaan. Kami sudah ada kerjaan, namun ada kendala terhimpit. Katanya takut jalan rusak, maka tak boleh holding ke pelabuhan. Kami meminta mewakili dari sarolangun, agar mobil batubara bisa holding ke Jambi. Kalau mau rusak jalan, tronton bawa batu untuk buat jalan itu 30 ton bisa merusak jalan. Kami minta kebijakan, kami ingin cari makan dan nafkah. Lihat kami,” keluhnya.

Sementara itu, Anto salah satu sopir dari Muaro Jambi mengatakan, dirinya mengeluhkan dampak perda itu ke masalah ekonomi keluarga. “Waktu batubara lancar 1 trip upah atau hasil kami Rp 150 ribu, artinya 30 hari Rp 4, 5 juta. Beban kami saya punya anak 2 dan sekolah lalu ngontrak rumah. Kalau perda diterapkan, kami tak sanggup lagi kesana. Kami akan mencari lagi dari nol kalau ini dihentikan. Ini dirasakan rekan-rekan sopir batu bara juga. Suara kami pikirkan kalau mau menerapkan Perda dan Pergub itu,” tambahnya.

Sementara Edward, sopir dari Tebo mengatakan, mereka para sopir hanya ingin lewat tanpa hambatan. Para sopir itu mengeluh, dari tanggal 1 sampai sekarang tak ada pemasukan. “Mau apa kami, pikirkan nasib rakyat. Terutama pemprov jambi kalau buat perda itu lihat dampak negatif. Jangan positifnya saja. Aduan masyrakat truk batu bara menghancurkan jalan itu tak ada,” ujarnya. “Tonase kami 10 ton, jarang lebih. Kalau CPO itu lebih dari itu. Positif dampaknya apa, tak ada. Diharapkan ada solusi hari ini,” tambahnya.

Hasan gondrong yang mewakili sopir batu bara mengatakan, pihaknya sadar jika memang pihaknya membutuhkan aturan. “Harapan kami aturan itu tidak membunuh kami, aturan yang memanusiakan manusia. Harapan kami, lihat kepentingan ke depan, cari solusi yang baik untuk yang baik tanpa membunuh kami. Kami bukan datang minta gaji atau minta proyek. Jangan hilangkan kesempatan kami untuk bekerja,” sebutnya.

Sementara itu, Bambang Bayu Suseno, Ketua Komisi III mengatakan, silahkan saja sopir melakukan aksi. “Itu aspirasi mereka. Mau asosiasi, mau sopir itu aspirasi mereka. Sampaikan secara tertulis, keberadaan mereka harus ada solusi. Apa solusi dari mereka silahkan sampaikan,” ujarnya.

Dia mengatakan, permasalahan ini harus tegas, mengacu pada peraturan yang dibuat. Yakni ada perda dan pegub. “DPRD pegang itu, januari 2014 berlaku jalan khusus atau sungai. Nanti masyartakat resah. Secara tekhnis pemerintah buat solusi. Kami di DPRD sepanjang masih ada aturan mengikat, tentu kewibawaan harus dipegang,” katanya.

“Kalau mau cari solusi, harus keputusan bersama. Kabupaten menerbitkan perbup, timdu kan melakukan pendekatan. Kalau belum berarti tim dari pemda memfasilitasi ke daerah agar ada turunan berupa perbup. Ini klimaksnya lah, asosiasi melakukan aksi. Kita hargai aspirasi. Hanya saja regulasi harus tetap dijalankan,” ujarnya.

Dia juga meminta sopir angkutan batubara jangan mengganggu ketertiban lalu lintas. “Mau aksi asal jangan mengganggu ketertiban umum. Sampaikan secara elegan dan didiskusikan secara bersama. Mau 10. 000 truk kalau tak ganggu ketertiban umum tak masalah. Jangan mengganggu ketertiban umum. Menutup jalan kan susah jadinya,” tandasnya.

sumber: jambi ekspres

Berita Terkait



add images