iklan
Tahun 2014 ini, nampaknya diawali dengan kondisi alam yang tidak terlalu bersahabat dan menyenangkan bagi seluruh penduduk di Indonesia, hampir semua daerah mengalami bencana alam dari banjir, longsor, gunung meletus dan lain sebagainya. Bencana yang paling menjadi sorotan baru-baru ini adalah banjir di ibukota Jakarta, sebagai ikon negara Indonesia hampir tiap setahun sekali banjir menghampiri Jakarta, menyebabkan citra Jakarta sebagai kota yang tidak bebas banjir, ditambah dengan bencana erupsi Gunung Sinabung yang tak kunjung reda menambah kedukaan tanah air.

Laporan dari laman online UN (United Nation) 2014, menyebutkan Indonesia adalah salah satu negara yang paling rentan terhadap bencana alam, dimana lebih dari 600.000 orang setiap tahun menderita karenanya. Dalam kuartal pertama tahun 2011 saja, Indonesia telah mengalami 67 kali gempa bumi yang cukup besar (5,0 SR atau lebih). Letusan gunung berapi, banjir, tanah longsor dan tsunami terus merupakan ancaman.

Terkait dengan fenomena alam ini pula, BMKG (Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika) Pusat memberikan himbauan kepada masyarakat agar berhati-hati dan waspada terhadap cuaca ekstrem hingga akhir Januari. Ini artinya sebagai warga kita perlu banyak berdoa dan persiapan agar terhindar dari bencana, yang bisa saja datang dan kapan saja, semoga pula perkiraan cuaca tadi cepat berakhir dan normal kembali.

Ditahun politik yang diwarnai banyaknya jualan (janji-janji) program dan pengumbaran citra personal untuk menarik suara, seperti kampanye pemilu-pemilu sebelumnya nampaknya isu penanganan bencana alam tidak banyak yang menjadi program kampanye apalagi menjadi prioritas program jika terpilih. Padahal setiap bencana alam yang terjadi, dipastikan akan menghabiskan tenaga dan pemikiran seorang pemimpin termasuk yang akan terpilih menjadi pemimpin dinegeri ini nantinya. Dan penanganan bencana yang buruk akan mudah sekali menjadi makanan empuk bagi lawan politik untuk menyerang dengan segala manuver isu yang dihembuskan.

Maka bisa dikatakan bahwa dinegeri ini antara bencana dan politik seakan-akan telah menjadi hal yang saling terkait dan tidak bisa dipisahkan, segala usaha untuk penanganan bencana yang dilakukan entah itu hasilnya baik atau buruk, mudah sekali untuk dipolitisasi. Jadi yang sering muncul kepublik bukannya tanggapan untuk memberikan solusi yang meringankan beban pemikiran pemimpin maupun korban bencana, alih-alih menjadi sebuah beban politik yang harus ditanggung penguasa. Untuk itu siapkah seorang pemimpin menghadapi kondisi tadi?
--batas--

Bansos dan Citra


Bencana alam harus diakui faktor utamanya dari rusaknya ekosistem dan perubahan fungsi lahan karena ulah manusia. Setiap bencana setiap orang sudah mahfum dinegri ini dijadikan obyek sebagai jualan kampanye dan penggalangan suara dengan memasang simbol-simbol kepartaian, posko-posko dan lain sebagainya dalam masa kampanye. Kegiatan ini patut diapresiasi sebagai bentuk kepedulian sosial dan kemanusiaan, namun publik dapat menilai bahwa ini bagian dari kampanye terselubung. Publik pun mulai mempertanyakan, kenapa dan mengapa, baru jika ada bencana kelompok-kelompok (partai) kepentingan muncul sedangkan dalam kondisi normal hilang tidak bersuara, padahal bencana tidak hanya dimaknai bencana alam saja, kemiskinan, pengangguran, anak jalanan merupakan bagian bencana dinegeri ini yang perlu ditangani sampai sekarang tidak kunjung tuntas penyelesaiannya.

Beberapa fakta yang cukup miris, malah banyak pejabat yang tersandung karena dana bantuan sosial (bansos) dana yang salah satunya digunakan untuk penanggulangan bencana alam malah dikorup, lantas masih adakah pemimpin yang bisa dipercaya mengurus negeri yang penuh bencana, yang memiliki jiwa kemanusiaan, jujur serta mampu melihat warganya bisa menderita dan hidupnya porak-poranda karena bencana alam.

Yang mesti dipahami juga, bahwa penanganan bencana yang buruk dan tidak tertata (manage), akan memberikan penilaian negatif terhadap suatu negara dimata dunia internasional, ini terkait tidak hanya masalah image negara tetapi image seorang pemimpin beserta jajarannya.  Ditarik lebih jauh lagi penanganan yang buruk akan mengurangi pertimbangan investor untuk berinvestasi disuatu negara, selain pertimbangan masalah internal negara seperti peperangan dan stabilitas politik. Artinya penanganan bencana alam oleh seorang pemimpin dengan cara-cara yang profesional, transparan dan cepat tanggap akan memberikan kesan positif tidak hanya dimata internasional tetapi semakin menguatkan dimata pemilihnya.

Sosok Pemimpin 2014


Maka secara arif, suatu bencana apapun tidak diharapkan oleh semua orang dinegeri ini, namun dari data dan historis frekuensi dan intensitas bencana semakin sering terjadi, selain karena kerusakan lingkungan dan anomali cuaca yang tidak bisa diprediksi, bencana dinegri ini juga seperti sebuah jalinan suatu bencana akan bersambung atau bergantian dari suatu daerah kedaerah lain. Untuk itu di 2014, dibutuhkan sosok pemimpin yang tidak hanya pro rakyat dalam hal program (janji) mampu memenuhi kebutuhan hidup tapi pemimpin yang pro terhadap alam.

Lima tahun kedepan, dicari pemimpin yang mampu menata alam dengan bijak ditengah bencana yang datang silih berganti tidak hanya sanggup menata politik praktis yang penuh gonjang-ganjing kepentingan sesaat dan kelompok saja. Kekuatan manajemen bencana mesti dimiliki pemimpin masa depan, artinya manajemen penanggulangan bencana dapat didefinisikan sebagai segala upaya atau kegiatan yang dilaksanakan dalam rangka upaya pencegahan, mitigasi, kesiapsiagaan,tanggap darurat dan pemulihan berkaitan dengan bencana yang dilakukan pada tahapan sebelum, saat dan setelah bencana.

Manajemen penanggulangan bencana merupakan suatu proses yang dinamis, yang dikembangkan dari fungsi manajemen klasik yang meliputi perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, pengendalian dan pengawasan. Proses tersebut juga melibatkan berbagai macam organisasi yang harus bekerjasama untuk melakukan pencegahan. mitigasi, kesiapsiagaan, tanggap darurat. dan pemulihan akibat bencana.

Diharapkan dari segala bencana yang melanda negeri ini, melahirkan pemimpin yang tangkas, responsif dan mampu memperbaiki alam Indonesia yang sudah rusak akibat salah kebijakan dari tingkat lokal dan pusat, agar semakin nyaman dihuni oleh warganya. Segala kejadian bencana alam hendaknya menjadi bahan tafakur untuk kembali berbaikan dengan alam dan tidak menjadi setiap bencana sebagai bahan politisasi kampanye 2014, semoga

Penulis : Praktisi dan Dosen Ilmu Komunikasi Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Nurdin Hamzah Jambi

Berita Terkait



add images