iklan
Cerita berawal dari sebuah tongkrongan lima orang yang mengaku “manusia-manusia agak pinter dan sedikit tolol yang sangat sok tahu” yang sudah kehabisan pokok bahasan di saat-saat nongkrong sehingga akhirnya cuma bisa ketawa-ketawa. Mereka adalah Arial, Riani, Zafran, Ian, dan Genta. Arial adalah sosok yang paling ganteng diantara mereka. Riani pakai kacamata, cantik, cerdas, dan seorang N-ACH sejati. Zafran seorang penyair yang selalu bimbang. Ian, badannya gendut subur, kepalanya botak plontos. Genta dianggap “the leader”, dengan badan agak besar dengan rambut agak lurus berjambul.

Picture of You-nya The  Cure terdengar lembut dari tape mobil Ian di sepanjang jalan Diponegoro, Menteng. Lima orang di dalam mobil itu baru aja makan bubur ayam di Cikini. Mereka sepakat, untuk entah keberapa kalinya, pergi ke rumah Arial. Halaman rumah Arial luas dan asri. Semuanya teringat, tiga tahunan yang lalu ketika mereka baru berempat dan belum jadi “Power Rangers”. Tiba-tiba, “mungkin sebaiknya kita nggak usah ketemu dulu,” Genta mengalirkan kalimat pendek. “Kita ketemu lagi tanggal 14 Agustus yah,” Genta meyakinkan teman-temannya. “Pokoknya nanti gue bikin reminder untuk tanggal 14 Agustus di handphone, tanggal 7 Agustus gue kasih tau planningnya aja lewat SMS, di mana kita akan ketemuan,” lanjut Genta.
--batas--
7 Agustus jam 09.00 pagi, Genta mengirim SMS kepada 4 temannya. Mereka akan janjian untuk ketemu di stasiun kereta api. 14 Agustus. Pukul setengah tiga lebih, mereka berenam plus barang bawaan yang mirip rombongan pecinta alam pun menuju ke kereta yang siap berangkat. Kereta ekonomi Matarmaja yang entah sudah berapa tahun melayani trayek Malang-Jakarta pulang pergi ini tampak begitu tua dan kumuh, dengan kaca-kaca yang sudah pecah. Setelah membereskan barang bawaan, mereka duduk berenam, berhadap-hadapan. Riani dan Dinda duduk berhadapan di pojok dekat jendela. Genta di sebelah Riani berhadapan dengan Arial, dan Zafran di sebalh Arial berhadapan dengan Ian. Lima menit kemudian kereta pun mulai bergerak meninggalkan Stasiun Senen. Kereta bergerak perlahan dengan sesekali mengeluarkan angin dari sambungan gerbongnya.

Matahari pagi tujuh belas Agustus pun terbit, sinar matahari yang hangat menyapa badan dingin mereka. Keenam anak manusia itu seperti melayang saat menjejakkan kaki di tanah tertinggi di Pulau Jawa. Waktu seperti terhenti, dataran luas berpasir itu seperti sebuah papan besar menjulang indah di ketinggian menggapai langit, di sekeliling mereka tampak langit biru­-sebiru-birunya-dengan sinar matahari yang begitu dekat. Awan putih berkumpul melingkar di bawah mereka di mana-mana, asap putih tebal yang membubung di depan mereka sekarang terlihat jelas sekali kepulannya. Para pendaki tampak berbaris teratur di puncak Mahameru. Di depan barisan tertancap tiang bendera bambu yang berdiri tinggi sendiri dengan latar belakang kepulan asap Mahameru dan langit biru.

Sepuluh tahun kemudian, Minggu pagi di secret garden. Keluarga besar itu berkumpul di bungalow secret garden. Riani dan Dinda memejamkan matanya. Sekarang mereka menjadi seorang ibu. Bungalow secret garden hari itu penuh dengan doa, mimpi, dan keyakinan tulus di hati anak manusia. Semuanya saling pandang dan tersenyum hangat satu sama lain.

sumber: xpresi jambi ekspres

Berita Terkait



add images