iklan
Pasca reformasi 1998, nilai-nilai kebangsaan sudah mulai menghilang, bahkan nilai-nilai tersebut tidak lagi dipakai sebagai landasan dan dasar dalam berkehidupan berbangsa dan bernegara, di tengah keberagaman dan kemajemukan, nilai kebangsaan sangat jauh dari apa yang diharapkan. Apalagi kondisi masyarakat Indonesia pada umumnya dan khsususnya di lingkungan kita sendiri yang tidak lagi memiliki sikap gotong royong dan rasa saling menghormati antar sesama sehingga jarang sekali generasi muda dan masyarakat yang berbicara kebangsaan, karena sibuk dengan utusan masing-masing dan melupakan sejarah, budaya dan adat istiadat yang sudah dibangun oleh para pendahulu kita, yang sangat mengutamakan kepentingan bersama diatas kepentingan apapun dengan tidak membedakan suku, ras, budaya, bahasa dan agama, sehingga tak jarang pula konflik terjadi.

Perbedaan dan kemajemukan adalah sikap dan perilaku masyarakatnya, yang telah dibentuk sepanjang tahun melalui  kebudayaan dan pendidikan, berdasarkan analisis terhadap perilaku masyarakat di negara maju ke mayoritas penduduknya sehari-harinya mengikuti dan mematuhi prinsip-prinsip dasar kehidupan dan nilai dasar Pancasila, karena keinginan untuk bersatu berawal dari diri sendiri, dengan nilai-nilai persatuan dimulai dari bagaimana pola berpikirnya dalam menyikapi persatuan ditengah perbedaan dengan cara memahami perbedaan sebagai anugrah dan berkah.

Di contohkannya, apabila dalam otaknya bentrok maka yang akan dilakukannya bentrok, sama dengan halnya kalau bawaan kita marah maka hasilnya akan marah pula, artinya bagaimana kita harus memulainya dari pola pikir kita sendiri dan memahami perbedaan itu sebagai berkah, makanya berawalah dari diri sendiri, dan memulai dari hal yang terkecil dan lakukan mulai dari sekarang. Tidak perlu kita membahas persoalan bangsa yang rumit ini, tapi kita bahas persoalan yang ada di sekitar kita saja dahulu baru kita bahas masalah yang besar-besar. Ibarat ember yang banyak bocornya, bagaimana kita temple ember yang bocornya dihadapan kita. Yakinlah persoalan demi persoalan akan selesai pada akhirnya.
--batas--
Ditambahkannya pula Indonesia lahir dari banyak suku agama dan rasa bukan untuk memecah belah persatuan dan kesatuan, sama dengan hal dengan partai politik walaupun berbeda tapi bagaimana kita bisa mengelola perbedaan itu menjadi sesuatu yang indah. Di dalam agama juga mengajarkan keberagaman yakni bagaiamana hidup berdampingan satu dengan yang lain toleransi dan kedamaian dan agama bukan mengajarkan Kebencian kekerasan diskriminasi karena itu Agama mengembangkan sikap toleransi solidaritas kebaikan persaudaraan dan tidak melakukamn pemaksanaan, tinggal bagaimana kita memahami dan menjalankan tugas masing-masing sehingga menumbuhkan sikap toleran yang memahami perbedaan keyakinan diantara kita sebagai bangsa yang majemuk, tidak mengukur kepercayaan orang lain dengan keyakinan sendiri, tidak mudah tersinggung dalam pergaulan hidup, mampu menata hati dan pikiran untuk tidak irihati tidak membenci dan tidak memaki-maki keyakinan orang lain dan tidak mencurigai kegiatan ritual orang tua yang  tidak sama dengan keyakinan kita.

Untuk itu, dikatakannya, keberagaman merupakan tolak ukur pintu gerbang pilar perekat persatuan dan kesatuan yang menjadi modal dasar bagi kelangsungan pembangunan nasional dengan semangat kebersamaan, yang tercermin dengan pengakuandan kebebasan dalam beribadah dan memeluk agama/kepercayaan masing-masing, tanpa harus memaksakan kehendak masing-masing, sama halnya anda dipaksakan untuk memilih satu partai politik padahal anda tidak suka dengan partai politik tersebut, kalau dipaksanakan maka yang timbul adalah gesekan-gesekan atau konflik, tetapi apabila  keberagaman itu ditata dengan baik maka hasilnya juga akan baik,  ibarat keberagaman bunga yang terangkai akan menyebabkan vas bunga menjadi indah demikian pula dengan keberagaman ras agama suku bangsa ataupun bahasa menjadi sebuah budaya yang tertata indah bila diikat dengan keharmonisan.

Agar terwujud maka perlu terbangunannya kemajemukan Indonesia adalah melalui pendidikan, yang memiliki nilai-nilai luhur budaya bangsa karena nilai tersebut akan membentuk karakter perilaku masyarakat kita terhadap nilai kearifan lokal yang ada, dengan menanamkan  prinsip  dasar yang harus dibangun : Membangun tanpa mempersoalkan perbedaan, Kebersamaan dalam perbedaan, Hidup tanpa kekerasan, Hidup toleran, Tidak mengukur keyakinan orang lain dengan keyakinan diri sendiri, Tidak mudah tersinggung, Mudah menata hati dan pikiran, dan Hidup harmonis berdampingan satu sama lain secara damai.

Selain itu, kemajemukan juga adalah sebuah tantangan yang akan timbul dan rawan terjadinya konflik sosial, Sengketa, Sulit  diatur dalam kesamaan, Pendidikan tidak seimbang, Ekonomi tidak merata, dan Strategi pembangunan menguntungkan kelompok tertentu. Kemajemukan juga membutuhkan hukum heterogen yakni hukum Adat Hukum yang tumbuh dan berkembang dalam masyarakat, yang memiiki nilai-nilai kbersamaan, Kolaborasi yang menghargai perbedaan adalah anugrah, memiliki sikap Saling  menghargai, Saling Menghormati, dan Tolong Menolong.

Yang menjadi pertanyaan sekarang Bagaimana Sikap Kita Menghadapi Perbedaan? Yang harus dilakukan adalah Pertama, meyakini bahwa perbedaan adalah satu hakikat dan keniscayaan sebagai ramhat Allah SWT. Percayalah bahwa perbedaan itu merupakan kenicayaan. Kita tercipta sebagai laki-laki yang berbeda dengat perempuan, tetapi Allah telah menyatukan dalam lembaga perkawinan yang agung. Oleh karena itu perbedaan memang merupakan hakikat yang pasti terjadi. Artinya, kita harus meneripa takdir Allah bahwa kita bisa jadi memang berbeda dengan tetangga, dengan sesama warga, dengan teman sekerja, dengan sesama umat manusia, yang memang telah ditakdirkan penuh dengan perbedaan dan kemajemukan. Perbedaan adalah rahmat dalam kehidupan kita yang fana ini. Kedua, mencoba untuk memecahkan masalah perbedaan secara bijaksana, penuh pengertian, saling harga menghargai, serta tanpa paksaan dan kekerasan. Orang bijak mengatakan bahwa kita harus dapat menjadikan perbedaan sebagai modal untuk dijadikan kekuatan. Oleh karena itu, kita harus bijak dalam bertindak, terbuka dalam mengelola sesuatu yang berbeda.
--batas--
Ketiga, menghadapi perbedaan tidak cukup hanya dengan mendiamkan, atau bahkan dengan menafikan keberadaannya, tetapi perlu dimusyawarahkan. Untuk memahami perbedaan itu, kita memerlukan data dan informasi tentang apa yang berbeda, bagaimana perbedaannya, dan mengapa hal itu telah berbeda. Data dan informasi itu diperlukan untuk – kalau bisa – mendekatkan alasan mengapa terlah terjadi perbedaan, untuk menyatukan perbedaan menjadi kesamaan. Di sini kita memerlukan dialog, memerlukan musyawarah. Di sini kita memang perlu diskusi, bahkan syah-syah saja untuk beradu argumentasi. Asal hal itu dilakukan dengan penuh kesopanan, tidak menggebrak meja ketika menjelaskan fakta. Jika pada akhirnya tidak terjadi kesepakatan, maka yang harus dilakukan adalah menerima dengan tangan terbuka, dan menghargai perbedaan itu sebagaimana adanya.

Keempat, menyikapi terjadinya perbedaan dengan melalui keteladanan, bukan hanya untuk diri sendiri, tetapi teladan bagi orang lain. Khusus untuk para pemimpin, keteladanan itu akan menjadi pedoman bagi semua orang. Sesungguhnya keteladanan itu harus dibentuk dari diri sendiri, dari keluarga, dan kemudian menyebar dalam kehidupan dan Kelima, menyikapi adanya perbedaan dengan menetapkan kebijakan, program dan kegiatan bersama yang dirumuskan secara demokratis, transparan, terbuka, dan akuntabel. Perbedaan memang bukan sekedar masalah teori, tetapi lebih sebagai praktik yang memerlukan penerapan dan implementasi secara adil dan dapat menghindari kemungkinan timbulnya prasangka dan salah duga. Untuk itulah Pancasila adalah alat perekat multikultur yang  menjaga keutuhan Indonesia dari segala dinamika pembangunan dan Sistim hukum yang paling sesuai untuk membangun kemajemukan adalah  sistim hukum adat atau hukum yang hidup dalam masyarakat Indonesia.
                          
Bangsa Indonesia yang terdiri dari berbagai suku, ras, etnik (akar primodial), hidup dalam beragam kepercayaan/keyakinan  (akar agama), dan tumbuh berbagai ideologi (akar ideologis), menjadikan bahwa keberagaman yang ada didasarkan pada falsafah Negara Kita Republik Indonesia yakni Pancasila. Yang disusun oleh pendiri bangsa berdasarkan nilai-nilai yang hidup dan menjadi pedoman, serta sikap yang melekat pada diri bangsa Indonesia yang memiliki nilai-nilai; Ketuhanan, Kemanusiaan, Persatuan, Musyawarah untuk mencapai mufakat (konsensus), Keadilan dan Kesejahteraan.

Pancasila tidak disusun berdasarkan pemikiran satu orang atau satu golongan, akan tetapi disusun berdasarkan konsensus yang cerdas melihat kepada kemajemukan yang telah hidup dan bertumbuh di Indonesia, atas dasar kemajemukan tersebut maka nilai-nilai hidup dan budaya bangsa tumbuh disepakati bersama, dan menjadi falsafah bersama. Faktanya; Pancasila berdampingan dengan berbagai warna ideologi politik yang bertumbuh ditanah air Indonesia. Sistem politik demokrasi menumbuhkan kebebasan politik yang mewujudkan beragam lembaga politik, juga gerakan politik massa. Banyak partai, banyak organisasi massa yang mengusung kepentingan, paham yang berbeda-beda. (Kemajemukan Politik)

Sehingga sulitnya membangun konsensus dalam kemajemukan politik di Indonesia. Fakta; Lembaga politik sering terjebak untuk mengagungkan kepentingan primodial dalam isu-isu politiknya, kemudian isu-isu primodial justru sebagai senjata untuk saling menyerang dan menjatuhkan dan menjadi iIdentitas keagamaan disamping masalah primodial yang sudah mulai dipasarkan untuk menyerang dan memecah belah, memperparah sulitnya tercapai konsensus demi kemashlahatan umat, maka pada Pemilu 2014 dibayangi oleh primodialisme yang berkembang di masyarakat yang rentan terhadap isu sensitif keagamaan.makanya semua dapat sepakat untuk membangun konsensus politik yang lebih baik dalam kerangka kemajemukan, dengan teguh berpegang pada nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila? Dalam Pemilu 2014 yang merupakan tahun politik dan menjadi mMenara pembangunan politik Bangsa yang berhasil memerlukan karakter politik yang kuat, dan itu dibangun dari fondasi nilai-nilai budaya bangsa yang telah menjadi sikap, perilaku, motto, visi, simbol, pedoman hidup, maka mulailah dengan melakukan pembangunan politik yang berkarakter, yang memiliki nilai pemimpin yang paham terhadap nilai konsensus, dan kemajemukan yang menjadi akarnya, generasi yang percaya diri dengan falsafah hidup bangsanya dan partisipasi masyarakat yang rasional tidak termakan isu-isu primodial.

Menyikapi fenomena tersebut, Forum Diskusi Jambi (FDJ) yang menggelar kegiatan diskusi dan dialog di Kantor Camat Batang Asam Kabupaten Tanjung Jabung Barat dengan mengambil tema Mengimplemenmtasikan Nilai-Nilai Budaya Bangsa Di Tengah Kemajemukan, yang dihadiri oleh ratusan perangkat kecamatan, perangkat kepala desa, BPD, tokoh masyarakat, tokoh agama, tokoh adat, pemuda, dan ibu-ibu PKK/Majelis Taklim. Dari kegiatan tersebut melahirkan rekomendasi agar perlunya diberikan kesadaran kepada masyarakat bahwa perbedaan bukanlah sesuatu yang harus diperdebatkan atau dipermasalahkan tetapi bagaimana masyarakat memahami perbedaan sebagai sesuatu yang harus dihargai ditengah kemajemukan dan dikelola dengan bijak sehingga perbedaan itu bukan menjadi masalah tetapi sebagai anugrah yang patut disyukuri.

Dengan cara meningkatkan peran masyarakat dalam membangun hubungan dan komunikasi yang baik dengan elemen masyarakat dan pemerintah sehingga bisa meminimalisir terjadinya konflik dengan tetap mengedepankan nilai-nilai Pancasila dan nilai-nilai kearifan lokal/adat istiadat yang ada, seperti budaya gotong royong, musyawarah mufakat, ronda malam bersama, pengajian, dan kegiatan lainnya perlu diaktifkan kembali untuk menjaga keamanan dan ketertiban di wilayah masing-masing serta pentingnya peranan pendidikan keluarga, sekolah, dan masyarakat dalam membentuk karakter masyarakat dengan tetap menjunjung tinggi nilai luhur budaya bangsa Indonesia yang beraneka ragam dengan rasa kebersamaan, menjaga persatuan dan kesatuan serta tidak mudah diprovokasi atau diasut oleh orang yang ingin mengganggu ketertiban di masyarakat.

Ditambah dalam menghadapi Pemilu 2014 partisipasi masyarakat sangat dibutuhkan agar pelaksanaan Pemilu 9 April 2014 bisa berjalan dengan baik dengan masyarakat bisa menggunakan hak pilihnya dengan baik dan tidak mudah terpengaruh dengan monet ;politik sehingga melahirkan wakil rakyat yang amanah dan bisa memperjuangkan kepentingan rakyat. Untuk itu masyarakat jangan salah pilih lagi dalam memilih pemimpin, jangan karena uang 20 ribu, 50 ribu dan 100 ribu suara masyarakat digadaikan lima tahun ke depan, sudah cukup kita menikmati kesengsaraan akibat salah dalam memilih dan pilihnya orang benar jangan sampai salah lagi dalam menentukan pemimpin baik itu wakil rakyat maupun kepala daerah. (*)

Forum Diskusi Jambi (FDJ) adalah lembaga kajian masyarakat, yang beralamat di Kota Jambi.

Berita Terkait



add images