iklan Kasat Brimob Polda Jambi Kombes Pol Suhendri (pakai kaca mata) turun langsung ke lapangan melakukan pengamanan. F/RIDWAN/JU
Kasat Brimob Polda Jambi Kombes Pol Suhendri (pakai kaca mata) turun langsung ke lapangan melakukan pengamanan. F/RIDWAN/JU

MENJADI  polisi adalah cita-cita yang sedari kecil tertanam dalam diri Kasat Brimobda Jambi Kombes Pol Suhendri, meski besar di tengah keluarga yang berlatarbelakang swasta, namun cita-cita itu tumbuh hingga ia kini menyandang pangkat Kombes.

  

DONI  SAPUTRA, Jambi

 

SUHENDRI  memang sosok yang pantang menyerah menuntut ilmu. Setelah menamatakan studi di  Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) tahun 2001, ia kemudian mengambil Sekolah Pimpinan (Sespim) pada tahun 2007.

Setahun kemudian,  tepatnya 2008, ia langsung diangkat menjadi Kepala Satuan Brimob di Polda Kepri. Kemudian pada 2012, dia diangkat sebagai Wakasat Brimob Polda Jatim, dan kemudian 2013, dilantik menjadi Kasat Brimob Polda Jambi.

Karir militer tidak hanya ia tempuh di komando Brimob, tetapi juga di kepolisian yang wilayah cakupan pengamanannya lebih besar.

Yakni, 2004 Ia pernah menjabat sebagai Kabag Ops di Polisi Resor (Polres) Gresik dan Wakapolres di tempat yang sama 2005. Tidak hanya itu, prestasinya yang gemilang,  ia juga dipercaya sebagai Kapolres Tanjung Pinang, Kepulauan Riau 2010.

Saat ditanyai terkait perbedaan saat bertugas di Polres dan Brimob, Ia mengatakan hal itu sangat berbeda dan semakin membuatnya untuk terus belajar demi keamanan masyarakat banyak. Menurutnya, tugas Brimob itu membantu Polres jika ada terjadi konflik yang besar.

Kalau di Polres itu lebih komplek, mulai dari pengamanan jalan, kemanan warga diwilayah hukum dan lain sebagainya. Beda dengan Brimob yang hanya membantu Polres, tiap hari latihan dan kapan ada perintah langsung dijalankan, ujar Kombes Pol Suhendri, kepada wartawan harian ini di Gedung Graha Pena Jambi, Kamis (30/10).

Dikatakannya, Ia memiliki pengalaman yang tidak akan terlupakan dan yang paling berkesan selama hidupnya. Yakni saat Ia menjabat Sebagai Danki Brimob di Jawa Timur. Dimana saat itu, bergejolak puluhan ribu masyarakat Jatim, karena menolak dilengserkannya Abdurrahman Wahid (Gusdur) dari posisi sebagai Presiden RI.

Konflik itu terjadi antara PKB, Golkar dan PAN. Dikatakannya, saat itu hanya kantor DPD Golkar yang belum dibakar, selain itu sudah hangus oleh masyarakat yang marah dan menolak dilengserkannya Gusdur.

Rata-rata, waktu itu disana semua mendukung Gusdur dan mereka tidak menerima dilakukannya sidang istimewa MPR itu, katanya.

Suatu ketika, dirinya mendapatkan perintah untuk menjaga DPD Golkar dengan jumlah pasukan hanya dua Kompi. Sementara masyarakat yang dilengkapi dengan senjata tajam ada puluhan ribu dan menuju ke sana (DPD Golkar,red).

Waktu itu, komandan saya tidak ada di tempat dan saya telepon Komandan suruh amankan, ungkapnya.

Dengan keadaan itu, Ia terpaksa mengambil kebijakan sendiri. Dengan penuh pertimbangan, dirinya memerintahkan anggotanya untuk meninggalkan gedung itu. Pada akhirnya masyarakat yang sudah berkumpul langsung membakar gedung hingga hangus.

Pertimbangannya, kalau saya pertahankan anggota saya maka korban akan berjatuhan dan kericuhan semakin besar. Jika bukan anggota saya, maka masyarakat yang akan tewas, katanya. Dikatakannya lagi. Setelah selesai membakar, masyarakat langsung pulang dan situasi aman, tidak ada korban, terangnya.

Setelah itu, banyak pejabat yang memandang saya melakukan pembiaran, dan beberapa kali dipanggil komandan. Tetapi mereka tidak mengetahui bagaimana proses kejadian.

Saya disalah-salahkan waktu itu, mereka hanya melihat endingnya saja. Menurut saya itu kebijakan yang paling berani yang pernah saya ambil, ungkapnya.

Terakhir, Ia berharap kedepannya bisa memberikan yang terbaik untuk masyarakat, bangsa dan negara. Bisa bermanfaat bagi masyarakat dan organisasi Polri, tutupnya. (habis)

 

 


Berita Terkait



add images