iklan

JAMBIUPDATE.COM, JAKARTA -  Hingga 15 Mei 2015, tercatat realisasi pendapatan negara mencapai Rp 476,3 triliun atau 27,0 persen dari target APBNP 2015. Menurut Menkeu Bambang Brodjonegoro, besarnya penerimaan tersebut didorong oleh penerimaan pajak yang nilainya meningkat dibanding tahun sebelumnya.

"Per 15 Mei, penerimaan perpajakan sudah mencapai Rp 406,9 triliun. Angka itu memang masih lebih rendah Rp 9 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu," papar Bambang di Gedung Kemenkeu, Jakarta, kemarin.

Bambang menguraikan, pencapaian penerimaan perpajakan tersebut disumbang oleh penerimaan pajak penghasilan minyak dan gas serta pajak nonmigas, pajak pertambahan nilai, serta penerimaan bea dan cukai.

Sementara, kinerja penerimaan negara bukan pajak (PNBP) menunjukkan capaian yang baik dengan realisasi Rp 83,2 triliun atau 30,9 persen dari target dalam APBNP 2015 sebesar Rp 269,1 triliun. Nilai tersebut hampir setara dengan realisasi periode yang sama di tahun 2014 yang mencapai 31,2 persen.

"Penerimaan pajak itu adalah pajak plus bea cukai. Untuk PNBP, karena targetnya juga sudah beda, sudah terkumpul Rp 83,2 triliun. Realisasi tersebut terutama bersumber dari penerimaan PNBP sumber daya alam minyak dan gas, pendapatan laba bagian BUMN, serta PNBP lain," ujarnya.

Bambang juga mengungkapkan data realisasi pendapatan negara per 20 Mei yang baru saja diperoleh. Dia menguraikan, dalam waktu lima hari terhitung sejak 15 Mei, pendapatan negara meningkat sekitar Rp 27 triliun, menjadi Rp 502,7 triliun atau 28,5 persen dari target.

Lonjakan penerimaan tersebut lagi-lagi disumbang dari pajak. Menurut Bambang, penerimaan pajak mampu digenjot karena reinventing policy atau kebijakan penghapusan sanksi pajak melalui perbaikan Surat Pemberitahuan (SPT) Pajak selama lima tahun terakhir mulai berjalan.

"Ini justru baru mulai kerja setelah reinventing policy mulai jalan pada 1 Mei lalu. Ini membuktikan, tahun pembinaan sudah menghasilkan. Saya saja surprised setiap kali lihat monitor di kamar saya (melihat penerimaan pajak, Red)," katanya.

Terkait defisit, Mantan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) itu mengungkapkan hingga pertengahan kuartal kedua tahun ini defisit APBNP 2015 menurun menjadi Rp 50 triliun dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Di kuartal pertama tahun ini, defisit anggaran sempat menyentuh Rp100 triliunan. Penurunan defisit anggaran tersebut disebabkan peningkatan penerimaan negara lebih besar dibanding kenaikan belanjanya.

Meski begitu, Bambang mengakui, penerimaan pajak pada kuartal pertama memang rendah. Per 28 Maret 2015, penerimaan pajak hanya mencapai Rp 170 triliun atau hanya 13,65 persen dari target yang sebesar Rp 1.294 triliun. Menurut dia, rendahnya penerimaan pada periode tersebut dipicu beberapa faktor. Di antaranya, pada kuartal pertama, pemerintah memang belum melakukan extra effort, di samping itu reinventing policy belum diberlakukan.

Karena itu, pemerintah akan berupaya keras untuk menggenjot penerimaan pajak. Selain mengandalkan reinventing policy, pihaknya juga segera menerapkan automatic tax invoice (faktur pajak otomatis). Bambang memaparkan, penerapan faktur otomatis tersebut dilandasi banyaknya faktur pajak fiktif. Dia mencontohkan, di provinsi Banten saja, terdapat 81 persen faktur pajak fiktif.

Terkait realisasi belanja negara, per 15 Mei, mencapai Rp 540,5 triliun atau 27,2 persen dari pagu belanja negara dalam APBNP sebesar Rp 1.984,1 triliun. Realisasi belanja negara tersebut terdiri atas realisasi belanja pemerintah pusat dan transfer ke daerah serta dana desa. Realisasi belanja pemerintah pusat mencapai Rp 302,8 triliun atau 22,9 persen dari pagu belanja APBNP yang sebesar Rp 1.319,5 triliun.

"Realisasi belanja pemerintah pusat itu dipengaruhi penyerapan belanja Kementerian/Lembaga yang sampai 15 Mei mencapai Rp 129,5 triliun. Sedangkan realisasi anggaran transfer ke daerah dan dana desa mencapai Rp 237,8 triliun," imbuhnya.

(jpnn)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images