iklan Salamatul Fitri.
Salamatul Fitri.

DUNIA pendidikan kembali tercoreng dengan kasus kekerasan yang terjadi di lingkungan civitas Universitas di Bangung, Jawa Barat. Seorang mahasiswi dianiaya temannya sendiri hingga luka-luka akibat saling ejek di media sosial. (okezone.com, 30/01/2017). Tindak kekerasan juga terjadi di lingkungan Sekolah Menengah. Sejumlah siswa ditangkap masyarakat dan juga kepolisian saat hendak mulai tawuran di Cirebon. Tawuran ini ternyata telah menjadi tradisi siswa bahkan mereka mempunyai grup di Facebook yang akan mengumumkan jika tawuran akan dilakukan. (okezone.com, 29/01/2017).

Kekerasan menjadi latar belakang pendidikan negeri ini, bukan hanya terorganisir menjadi rutinitas di kampus tetapi telah melanda jiwa setiap peserta didiknya. Mereka sebagai generasi penerus bertindak brutal dan bermental preman kepada siapa saja pihak yang menjadi musuhnya. Hal ini ditandai dengan tindak tawuran yang melanda generasi muda negeri ini. Bahkan sosial media yang menjadi kemajuan teknologi masyhur saat ini, mereka manfaatkan untuk ladang berkumpul dan mengajak pihak-pihak lain untuk menyalurkan hobinya dalam tindak kekerasan. Kemajuan teknologi yang seharusnya mampu menambah ilmu pengetahuannya malah digunakan untuk menyalurkan rutinitas mereka yang notabene salah yaitu tawuran remaja.

Akibat sistem pendidikan sekuler-kapitalis yang diterapkan di negeri ini tidak mampu menghasilkan generasi yang cemerlang. Pendidikan agama yang seharusnya menjadi tonggak utama malah dipersempit waktunya hanya 2 jam dalam seminggu. Akidah yang seharusnya menjadi modal penting tidak dihiraukan penguasa negeri ini, sehingga wajarlah generasi yang terbentuk adalah generasi yang rusak akhlaknya. Generasi bermental preman yang mengutamakan kekerasan dalam menyelesaikan permasalahan adalah salah satu hasil sistem pendidikan sekuler yang gagal.

Padahal mereka adalah generasi penerus bangsa. Apa jadinya masa depan bangsa jika penerusnya memiliki perilaku tidak mencerminkan seorang terdidik, malah mengutamakan kekerasan? Generasi muda saat ini menjadi korban penerapan sistem pendidikan sekuler-kapitalis yang diterapkan di negeri ini. Asas sekuler yang menjadi landasannya tidak mampu mencetak generasi yang memiliki kepribadian yang baik dan penguasaan iptek yang baik. Tetapi, malah mencetak generasi yang rusak akhlaknya dan bermental layaknya preman.

Tindak nyata untuk mengatasi krisis akhlak di dunia pendidikan saat ini tidak cukup hanya dengan meningkatkan disiplin siswa dan juga mengawasi penggunaan media sosial. Tetapi harus mengganti sistem pendidikan sekuler-kapitalis dengan sistem pendidikan islam. Inilah langkah konkret yang nyata mengatasi segala problematika pendidikan di negeri ini. Sistem pendidikan islam mampu melahirkan generasi terbaik yang memiliki kepribadian islam dan juga menguasai ilmu pengetahuan dan teknologi. Hal ini tebukti dengan lahirnya cendekiawan muslim seperti Ibnu Sina, Al-Khuwarizmi, Ibnu Al-Haytam dan lain sebagainya.

Tujuan pendidikan dalam Islam adalah membentuk kepribadian Islam, membekali peserta didiknya dengan ilmu pengetahuan serta sains yang berkaitan dengan masalah kehidupan. Memiliki Kepribadian Islam artinya memiliki pola pikir yang Islami dan pola sikap yang Islami. Peserta didik akan menjadikan Aqidah Islam sebagai standar untuk menilai segala pemikiran yang ada. Di samping itu, peserta didik mempunyai pola sikap (nafsiyah) yang Islami, yaitu mempunyai kecenderungan perasaan yang Islami dan memenuhi segala kebutuhannya dengan standar Syariat Islam. Sehingga dapat dipastikan generasi yang lahir dari sistem pendidikan Islam adalah generasi yang cerdas, tangguh dalam mengarungi kehidupan dan memiliki kepribadian yang Islami. Maka untuk menyelesaikan kekerasan yang ada pada dunia pendidikan tidak lain adalah kembali menjadikan aturan Islam sebagai pengatur disegala aspek kehidupan tidak terkecuali dalam sistem pendidikan.(*)

Oleh: Salamatul Fitri

Mahasiswa FKIP Biologi
Universitas Jambi


Berita Terkait



add images