JAMBIUPDATE.CO, KEDIRI KABUPATEN Kasus siswa yang kedapatan hamil merupakan problem dilematis. Fenomena tersebut memunculkan situasi yang serba salah. Tidak hanya bagi sekolah. Tapi juga bagi siswa itu sendiri.
Menurut Ketua Dewan Pendidikan Kabupaten Kediri Eko Ediyono, ada dua faktor yang harus diperhitungkan dalam masalah ini. Yaitu antara keberlangsungan pendidikan sang anak yang bersangkutan dan faktor memberi efek jera terhadap kenakalan siswa.
Ini memang terkait dengan situasi yang serba salah, ujarnya.
Di satu sisi, tidak jarang anak yang putus sekolah menjadi tidak ada yang mengontrol. Namun, jika tidak dikeluarkan maka tidak akan ada efek jera. Mereka bisa menganggap tidak apa-apa melakukan tindakan asusila. Toh sekolah tidak akan mengeluarkan.
Kasus terbaru terkait dilema ini adalah yang menimpa, sebut saja, Bunga. Gadis 15 tahun siswi kelas IX di salah satu SMP swasta di Papar ini terpaksa tak bisa melanjutkan studinya. Sebab, pihak sekolah meminta agar sang siswa mengundurkan diri. Karena dianggap mencoreng nama sekolah.
Informasi yang diperoleh, sang ibu telah menandatangani surat pengunduran diri Bunga. Saya dipanggil pihak sekolah dan disodori surat tersebut, ujar ibu Bunga.
Menurutnya, dia hanya bisa pasrah dengan situasi ini. Sebab, pihak sekolah mengatakan bahwa bila tetap mempertahankan sang anak, citra sekolah akan tercoreng. Apalagi mereka adalah sekolah kecil. Kalau kabar ini tersiar pasti tahun depan tidak ada yang mendaftar ke sekolah itu, kata sang ibu Bunga menirukan alasan sekolah.
Sebenarnya, menurut sang ibu, anaknya masih ingin melanjutkan sekolah. Setidaknya hingga ujian nasional nanti. Apalagi, menurutnya, anaknya merupakan korban perkosaan. Dan saat ini kasusnya ditangani kepolisian.
Kasus pemerkosaan yang menimpa Bunga diawali dari perkenalannya dengan pelaku melalui pesan pendek. Dua bulan kenalan akhirnya pelaku yang sudah dewasa itu bertemu dengan Bunga yang masih di bawah umur. Di pertemuan keduanya Bunga diajak jalan-jalan. Dia diberi makanan hingga minuman. Namun setelah memakannya tiba-tiba Bunga hilang kesadarannya.
Saat itulah korban disetubuhi. Karena saat dia kemudian sadar, korban masih terus dipaksa pelaku. Sang anak ditarik dan tidak mampu melawan. Sekarang korban hamil tiga bulan, terang sumber yang juga pekerja sosial perlindungan anak yang mendampingi Bunga.
Sumber yang enggan namanya ditulis itu menyayangkan bila korban perkosaan dikeluarkan dengan alasan mencemarkan nama baik sekolah. Sebab, harus ada pembedaan antara korban dan pelaku kenakalan yang berbuat karena suka sama suka.
Menurutnya, bila seorang siswa hamil karena suka sama suka, dia akan berinisiatif keluar sendiri dari sekolah. Alasannya malu. Namun, bila hamil karena benar-benar menjadi korban perkosaan, mereka umumnya tetap ingin melanjutkan sekolah.
Karena itulah, sang pendamping berharap ada kebijakan dari sekolah. Agar ada solusi yang bisa menyenangkan dua pihak. Kita juga harus mempertimbangkan faktor psikologi dia juga, harapnya.
Sementara itu, Plt Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Kediri Subur Widono akan mencari kejelasan terkait kasus ini. Pihak dinas akan mencari tahu duduk persoalan yang sebenarnya. Menurutnya, sekolah memang tidak bisa serta-merta mengeluarkan si anak tanpa mendalami terlebih dulu sebab-musababnya. Apakah siswa tersebut hamil karena korban tindakan asusila, atau karena memang terjebak kenakalan remaja. Ini yang akan kami telusuri, ujarnya.
Selain itu, dinas pendidikan juga akan mencari jalan tengah. Walaupun, misalnya, si anak tetap dikeluarkan tapi dia bisa tetap melanjutkan pendidikan. Juga agar bisa mendapatkan ijazah karena sekarang sudah kelas IX. Misalnya dengan memberi fasilitas ujian kejar paket bila tak memungkinkan mengikuti ujian nasional biasa. Memang eman juga kalau dia sudah kelas IX, akunya.
(rk/fiz/die/JPR)
Sumber: www.jawapos.com
