JAMBIUPDATE.CO, - Mantan Ketua Bendahara Umum Partai Demokrat Nazaruddin, mengatakan sebanyak 11 fraksi yang ada di DPR RI menerima aliran dana proyek Kartu Tanda Penduduk Elektronik (e-KTP). Hal itu dikatakan Nazar, saat memberikan kesaksikan dalam persidangan lanjutan perkara dugaan korupsi e-KTP terdakwa Setya Novanto.
"Ya semua pimpinan ketua fraksi," kata Nazaruddin di ruang sidang Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jalan Bungur Besar, Jakarta Pusat, Senin (19/2).
Terkait pemberian uang tersebut, dalam keterangannya, Nazaruddin mengungkapkan jika politisi Partai Golkar mendiang Mustokoweni yang mengatur aliran dana proyek e-KTP ke semua ketua fraksi.
![]()
Infografis kasus e-KTP (Koko/JawaPos.com)
"Waktu itu, memang Bu Mustokoweni mintanya seperti itu," ungkap Nazaruddin.
Menurut Nazaruddin, pada saat itu Andi Narogong dan almarhum Mustokoweni menyampaikan kalau aliran dana proyek e-KTP sudah sampai ke semua ketua fraksi di DPR.
"Waktu itu menurut laporan dari Bu Mustokoweni dan Andi Narogong semuanya terealisasi," papar mantan politisi Partai Demokrat ini.
Meski demikian, Nazaruddin tidak menjelaskan secara rinci besaran uang yang diterima oleh setiap fraksi.
"Beda (uang yang diterima setiap fraksi), saya lupa tapi semua di DPR," jelas Nazaruddin.
Selain Nazaruddin, Jaksa Penuntut Umum KPK juga menghadirkan saksi lainnya yakni mantan Ketua Badan Anggaran DPR Melchias Marcus Mekeng, Anggota DPR Fraksi PDI Perjuangan Arif Wibowo, Kepala SPI PT LEN Industri Yani Kurniati, mantan pegawai PT Murakabi Sejahtera Tri Anugrah Ipung F, Mantan Direktur Utama PT Sucofindo Arief Safari, Komisaris PT Softorb Technology Indonesia Mudji Rachmat Kurniwan, Ketua Manajemen Bersama Konsorsium PNRI Adres Ginting dan Mantan Koordinator Keuangan Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia PNRI Indri Mediani.
Dalam perkara ini, Novanto didakwa menerima uang dari kasus proyek e-KTP sebesar 7,3 juta dolar AS. Novanto saat itu menjabat sebagai ketua fraksi Partai Golkar, diduga dia melakukan pertemuan bersama-sama dengan pihak lain.
Bahkan Novanto diduga menyalahgunakan kewenangan untuk mengintervensi proses e-KTP. (rdw/JPC)
