iklan Saparuddin ,S.IP.
Saparuddin ,S.IP.

SALAH satu isu strategis dalam penyelenggaraan pemilu pada dekade terakhir ini adalah terkait keadilan dan integritas pemilu sebagai parameter pemilu demokratis. Keadilan dan integritas pemilu harus dapat diwujudkan secara nyata dalam pengaturan semua tahapan pemilu, termasuk kegiatan kampanye.

Kampanye mempunyai kedudukan sangat penting dalam proses pemilu. Yakni, sebagai instrumen atau sarana pendidikan politik masyarakat. Dalam konteks partai politik (parpol), sebagaimana didefinisikan Rogers dan Storey (1987), kampanye merupakan serangkaian tindakan yang dilakukan terencana, yang diharapkan menciptakan efek tertentu pada sejumlah besar khalayak dan dilakukan secara berkelanjutan pada kurun waktu tertentu.

Selain itu, kampanye menjadi instrumen efektif guna meraih dukungan massa dan pemilih dalam pemilu. Oleh karenanya, kampanye pemilu tidak boleh dibiarkan menjadi lorong gelap tanpa lampu penerang aturan yang jelas. Jika mencermati implementasi UU No. 7 tahun 2017 tentang Pemilu terkait kegiatan kampanye, terdapat potensi yang dapat mengancam terwujudnya keadilan dan pemilu berintegritas. Hal ini disebabkan karena adanya sejumlah pengaturan kampanye yang tidak jelas atau masuk dalam wilayah abu-abu (grey area) yang dapat dimanfaatkan oleh parpol peserta Pemilu 2019. Pengaturan dimaksud adalah terkait Pasal 276 UU No. 7 tahu 20117 tentang Pemilu ayat a, b, c dan d yang mengatur, kampanye baru bisa dilaksanakan setelah ditetapkan Daftar Calon Tetap untuk Pemilu Anggota DPR, DPD, dan DPRD serta Pasangan Calon untuk Pemilu Presiden dan Wakil Presiden sampai dimulainya masa tenang.

Modus-modus kampanye terselubung di luar jadwal resmi masa kampanye harus mendapatkan perhatian serius semua pemangku kepentingan Pemilu, khususnya parpol peserta Pemilu Serentak 2019. Sebab pelanggaran tersebut tetap dilakukan tanpa merasa berdosa sama sekali, berpotensi menguburkan prinsip-prinsip pemilu berintegritas sebagaimana dirumuskan IDEA. Sementara Penyelenggara Pemilu, sesuai dengan kewenangannya, tentu harus berada di garda terdepan dalam menegakkan peraturan perundangan. Tidak boleh absen atau membiarkan pelanggaran terus menerus terjadi. Sebab, jika demikian, maka pelanggaran akan dianggap sebagai suatu kewajaran atau kelumrahan.

Dalam hal ini, KPU harus mengambil inisiatif dengan membuat aturan teknis yang jelas dan tegas tentang kegiatan apa saja yang bisa dilakukan oleh parpol pada masa menunggu jadwal resmi kampanye atau grey area saat ini: apakah dalam bentuk pendidikan politik atau sosialisasi. Atau, bisa saja KPU melaksanakan serangkaian kegiatan sosialisasi bersama parpol peserta Pemilu 2019 yang difasilitasinya dengan dana dari negara. Pendek kata jangan sampai terjadi kevakuman politik justru pada saat tahapan Pemilu 2019 sudah masuk. Yang pada akhirnya menguntungkan sejumlah parpol tertentu namun merugikan parpol lainnya. Sedangkan bagi Bawaslu, penting secara cerdas, kreatif dan inovatif memfokuskan pencegahan dan penindakan terkait dengan kampanye terselubung di media massa, khususnya di televisi dan media sosial dengan strategi dan instrumennya yang efektif. Situasi dan kondisi tanpa aturan yang jelas tentu menjadi tantangan tersendiri bagi polisi pemilu ini. Terkait dengan ini, Bawaslu, KPI, dan Dewan Pers telah bersepakat melakukan kerja sama, atau membentuk gugus tugas pengawasan dalam konteks pemilu. Namun yang paling ditunggu adalah langkah nyatanya karena saat ini sudah cukup banyak televisi dan media sosial melakukan kampanye terselubung dan terang-terangan dengan berbagai modus. Ini semua harus dilakukan tak lain demi tegaknya keadilan dan integritas Pemilu Serentak 2019.(*)

Saparuddin ,S.IP Penulis Adalah Salah Seorang Tokoh Pemuda Tanjung Jabung Timur


Berita Terkait



add images