iklan Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu. Foto : Net
Ketua Komisi VII DPR-RI Gus Irawan Pasaribu. Foto : Net

Yang kami ingatkan adalah dua hal, pertama, faktanya opini yang terbangun di publik bahwa Indonesia telah menguasai 51 persen saham PT Freepport itu, faktanya kan belum sama sekali. Itu terungkap dari pernyataan Dirut PT Inalum sebagai BUMN holding tambang. Kan belum ada sama sekali pembayaran. Karena itu kami ingatkan nih, karena minggu lalu, rapat komisi konsultas Komisi VII dengan DPR RI terkait temuan BPK atas audit PT Freeport. Kan temuan itu jelas, BPK ini adalah auditor negara diatur oleh konstitusi negara, UUD 1945 dan UU tentang BPK, bukan audit abal-abal, kata Gus Iriawan lewat sambungan teleponnya kepada wartawan kemarin.

Menurut anak buah Prabowo Subianto itu, temuan BPK itu terkuak saat dilakukan audit di PT Freeport yang difokuskan pada kerusakan ekosistem di kawasan tambang. Menurut Gus Irawan, jika Kerugian itu dinominalkan menjadi uang hampir setara Rp 185 triliun.

Karena di situ ada ekosistem yang dikorbankan, rusak gara-gara pertambangan PT Freeport, itu nilainya tidak tanggung-tanggung hingga USD 13,59 miliar. Kalau pada saat audit dirupiahkan dengan kurs Rp 13.224 per dolar, nilainya setara 185 triliun. Kalau kurs hari ini ya sudah Rp 210 triliun, bebernya.

Selain itu, politisi Partai Gerindra ini menyarankan agar Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristianto tidak perlu bicara soal kepemilikan saham Freeport, jika tidak mengerti masalah tersebut. Ini kan Hasto yang ngasih pandangan. Saya enggak tahu, Hasto ini ngerti enggak soal ini. Ya karena seolah-olah minta supaya Gerindra minta mendukung penguasaan Freeport, konsisten dengan Pasal 33 UUD 1945, gitu kan. Kami memang sangat konsisten, Gerindra itu semangatnya ya Pasal 33, ucapnya.

Untuk itu, Gus Irawan menyarankan agar Hasto tidak perlu membangun opini yang tak benar soal Gerindra yang tidak mendukung kepemilikan saham Freeport 51 persen. Buat Gerindra, kata Gus Irawan, kepemilikan saham Freeport sangat baik, tetapi harus juga dilihat masalah lainnya.

Kalau kita masuk membeli saham PT Freeport, nanti pada saat merehabilitasi lingkungan Freeport enggak punya uanglah sebesar itu. Katakan, dia akan minta pada pemegang saham, berarti Indonesia kalau sudah menguasai 51 persen itu, kan berarti menanggung 51 persen, gitu lho. Tapi, di ujungnya semuanya bermuara pada, jangan dibangun opini yang tidak benar. Itu intinya sebetulnya, jelasnya.

Iya. Kalau kemudian kita membeli perusahaan yang minus tentu tidak enggak mendukung dong. Saya kira semua sepakat janganlah kita hambur-hamburkan uang negara menjadi sesuatu yang minus. Yang paling bijak sesungguhnya tanpa mengeluarkan uang USD 13,59 miliar, tapi tunggu saja jatuh tempo kontrak 2021, kan kita masih punya tagihan. Sekarang paksa dong PT Freeport memperbaiki lingkungan yang rusak itu, nanti begitu berakhir kontrak, sudah enggak usah diperpanjang, tutupnya.

(RBA/FIN)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images