iklan

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia (IGI) Muhammad Ramli Rahim mengatakan, PP Nomor 49 Tahun 2018 tentang Manajemen PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) jadi kado pahit untuk guru honorer. Pasalnya, ada beberapa poin membuat guru honorer gigit jari meskipun ada juga yang menguntungkan.

Beberapa poin yang menguntungkan adalah pembatasan usia berbeda dengan seleksi CPNS. Jika CPNS dibatasi maksimal 35 tahun maka untuk PPPK diberikan batasan usia 1 tahun sebelum pensiun.
Keuntungan lainnya adalah PPPK ini akan mendapat gaji dan tunjangan yang sama dengan PNS. Ada pula berbagai jaminan seperti jaminan hari tua, jaminan kesehatan, jaminan kecelakaan kerja, jaminan kamatian dan bantuan hukum.

"Tetapi honorer guru jangan bergembira dulu, ada beberapa pasal krusial di dalamnya yang menjebak," kata Ramli dalam pesan WhatsApp, Selasa (4/12).

Pasal krusial itu adalah jika PNS sekali perjanjian berlaku hingga pensiun, maka PPPK dalam pasal 37 ayat 1 bisa berarti masa kerjanya setahun dan dapat diperpanjang lagi jika masih dibutuhkan seperti disebutkan dalam pasal 37 ayat 2. Jika benar seperti itu, maka ini hanya perpindahan dari SK PTT (pegawai tidak tetap) bupati/walikota atau gubernur.

Dia melanjutkan, apakah guru honorer sudah memiliki sertifikat profesi sebagai pendidik? Jika belum maka bersiap-siaplah gigi jari lagi karena berdasarkan pasal 16 ayat f, guru honorer bisa mengikuti seleksi menjadi PPPK jika memiliki kompetensi yang dibuktikan dengan sertifikat keahlian yang masih berlaku artinya buat guru harus lulus PPG (pendidikan profesi guru) dan mendapat sertifikat pendidik.

"Kami coba menelusuri data ini dan ternyata amat sangat sedikit jumlahnya guru K2 atau non kategori yang telah memiliki sertifikat pendidik. Saat ini justru di sekolah swasta yang banyak guru Non PNS yang memiliki sertifikat pendidik," terangnya.

Kekurangan lainnya, adalah seleksi tetap dilakukan. Jika berkaca pada seleksi CPNS 2018 ini, apakah guru honorer mampu mencapai angka passing grade?
Dalam PP ini belum jelas sumber penggajian PPPK, jika dibebankan ke daerah maka hampir bisa dipastikan akan bernasib sama dengan PTT saat ini atau honorer karena kemampuan daerah yang beragam. Setelah terangkat jadi PPPK maka Bab X memberikan ancaman pemutusan hubungan kerja dengan banyak kemungkinan.

"Persoalannya selanjutnya adalah, apakah jika mereka gagal seleksi menjadi PPPK masih akan mengajar sebagai honorer? Jika tidak maka ini justru akan menghilangkan pekerjaan mereka," pungkasnya. (esy/jpnn)


Sumber: jpnn.com

Berita Terkait