iklan Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut Subhan dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013-2015. (Dery Ridwansyah/JawaPos.com)
Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut Subhan dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013-2015. (Dery Ridwansyah/JawaPos.com)

JAMBIUPDATE.CO, - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mengembangkan kasus yang membelit Sekretaris daerah (Sekda) Dumai, M Nasir maupun satu tersangka lain. Kali ini, penyidik memanggil Direktur Utama Bosowa Maros, M Subhan Aksa.

Juru bicara KPK Febri Diansyah menyebut Subhan dipanggil sebagai saksi dalam penyidikan kasus korupsi proyek peningkatan Jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih di Kabupaten Bengkalis, Provinsi Riau Tahun Anggaran 2013-2015.

"Penyidik hari ini memanggil Direktur Utama Bosowa Maros, M Subhan Aksa sebagai saksi namun untuk tersangka Hobby Siregar" katanya pada awak media, Jumat (8/2)

Subhan Aksa merupakan keponakan dari Wapres Jusuf Kalla sementara Hobby Siregar yang merupakan Direktur Utama (Dirut) PT Mawatindo Road Construction juga dipanggil sebagai tersangka.

Namun, belum diketahui dengan jelas kaitan Subhan Aksa dalam perkara ini. Diduga, Subhan mengetahui kronologi atau konstruksi korupsi proyek peningkatan Jalan di Kabupaten Bengkalis.

Sebelumnya, pada Kamis (7/2) penyidik juga memanggil Bupati Bengkalis Amril Mukminin sebagai saksi namun Amril mangkir tanpa alasan.

Sejauh ini, KPK telah menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Dua tersangka tersebut yakni, Sekda Dumai, M. Nasir dan Dirut PT Mawatindo Road Construction, Hobby Siregar.

Keduanya diduga melakukan tindak pidana suap pembangunan peningkatan jalan Batu Panjang-Pangkalan Nyirih, Kabupaten Bengkalis, tahun anggaran 2013 - 2015. Dari perbuatannya tersebut, keduanya ditafsir merugikan negara hingga Rp 495 miliar.

Keduanya melanggar Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Pasal tersebut mengatur tentang orang yang melanggar hukum, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya jabatan atau kedudukan sehingga dapat merugikan keuangan dan perekonomian negara dan memperkaya diri sendiri, orang lain atau korporasi dengan ancaman pidana penjara maksimal 20 tahun dan denda paling banyak Rp 1 miliar.

Editor : Dimas Ryandi

Reporter : Intan Piliang


Sumber: JawaPos.com

Berita Terkait



add images