iklan Tifani Anderson. Foto : Instagram
Tifani Anderson. Foto : Instagram
JAMBIUPDATE.CO, JAMBI - 2015 hingg akhir 2017 Tifani Anderson mengabdi sebagai Bidan Desa Terpencil di Desa Teluk Pulai Raya.  Saat ini sudah ditarik ke Puskesmas Tungkal V Kecamatan Seberang Kota. Banyak pengalaman yang Ia dapat saat menjadi Bidan Desa.
 
SAFWAN PEBRIYANGSYAH 
 
Tugas seorang bidan menjadi ujung tombak kesehatan dalam melayani masyarakat. Apalagi Bidan Desa. Rumah Sakit sangat jauh. Tifani Anderson, salah satu Bidan Desa terpencil di Desa Teluk Pulai Raya. Wanita kelahiran Kuala Tungkal, 20 Oktober 1993 ini  rela mengabdi sebagai seorang bidan di Puskesmas Pembantu (Pustu) Kecamatan Seberang Kota, Kabupaten Tanjungjabung Barat. 
Dia bercerita, lokasi tempatnya bekerja itu cukup jauh dari tempat tinggalnya. Jika masu ke sana harus mengarungi lautan menggunakan speedboad selama 1 jam lebih.
 
Kalau dari tempat Saya lumayan jauh. Sekitar 45 menit pakai speedboad kalau airnya lagi pasang. Kalau surut, bisa satu jam lebih, ujarnya.
 
Di desa tempatnya mengabdi itu dengan jumlah Kepala Keluarga sekitar 532 itu bahkan tidak dialiri listrik oleh pemerintah setempat.  
Kami tinggal di sana, tapi, setiap Sabtu pulang ke tempat tinggal Saya mengggunakan speedboad. Awalnya sih takut, tapi, sudah terbiasa gak terlalu takut lagi, bebernya.
 
Lebih lanjut diceritakan alumni Stikes Prima Jambi itu, awal mula Dia bertugas sebagai seorang bidan di desa tersebut karena diangkat sebagai Tenaga Kerja Kontrak (TKK) dibawah naungan Dinas Kesehatan Kabupaten Tanjabbar.
 
Ditugaskan terhitung sejak tahun 2015 hingg akhir 2017 lalu. Sekitar  2 tahun lebih di sana, saat ini sudah ditarik ke Puskesmas Tungkal V Kecamatan Seberang Kota, ungkapnya lagi.
 
Selama menjalankan tugas di Desa Teluk Pulai Raya, Tifani hanya digaji oleh pemerintah sebesar Rp 500 ribu per bulannya. Di Pustu tersebut, Ia ditemani satu bidan lainnya seperti dirinya.
 
Namun, hal itu tak membuatnya patah semangat dalam memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat di lingkup kerja.
 
Awalnya memang terpaksa, tapi, lama-lama lebih enak di desa. Desa itu tempatnya sunyi, penduduknya juga ramah dan kenal satu sama lain, ungkap Tifani.
 
Apalagi pada momen bulan puasa, kata Tifani, selalu saja ada warga setempat yang berbagi makanan dengan sesama. Rasa kebersamaan itulah yang buat kami betah di sana, katanya.
 
Dia pun bercerita, suatu ketika Ia pernah diminta memberikan bantuan kepada seorang ibu yang hendak melahirkan. Namun, lokasinya cukup jauh dari tempat Ia bertugas.
 
Dapat pasien di daerah perbatasan Indragiri Hilir mau melahirkan. Tapi  untuk menuju ke sana sangat luar biasa perjalannya, katanya.
Dirinya dijemput oleh suami pasien menggunakan sepeda motor, namun, harus berbonceng tiga dengan temannya saat menuju ke rumah ibu yang mau melahirkan tersebut.
Sejauh perjalanan melewati tanah gambut, kami pun harus berjalan beberapa ratus meter melewati kawasan perkebunan. Perjalanannya harus menempuh sekitar  1 jam lebih, ungkapnya.
 
Setelah melihat kondisi ibu tersebut, kata Tifani, ternyata ketubannya pecah sebelum waktu melahirkan, dan harus dibawa ke rumah sakit yang ada di Kuala Tungkal.
 
Kami bawa saat waktu itu saat maghrib, lalu karena kendaaraan yang terbatas kami terpaksa membuat tandu dari rotan dikasih sarung, bebernya.
Meski sempat berjalan kaki cukup jauh karena air laut tengah surut, namun, akhirnya si ibu tersebut berhasil dibawa ke Rumas Sakit Kuala Tungkal.
 
Itu menjadi tantangan bagi saya dalam menjalankan tugas sebagai seorang bidan. Kita harus siap dalam kondisi apapun, tuturnya. (*)

Berita Terkait



add images