iklan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Foto : Elfanny Kurniawan / JPNN
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani. Foto : Elfanny Kurniawan / JPNN

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Gagasan Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani untuk mengundang guru dari luar negeri guna mengajar di Indonesia dipertanyakan sejumlah organisasi guru. Salah satunya datang dari Ikatan Guru Indonesia (IGI).

"Rencana Ibu Puan mengimpor guru dari luar negeri sungguh membuat saya bingung," kata Ketum IGI Muhammad Ramli Rahim.dalam pesan elektroniknya, Jumat (10/5).

Dia menyebutkan jumlah Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan (LPTK) saat ini ada 429. Terdiri dari 46 LPTK Negeri dan 383 LPTK Swasta. Jumlah mahasiswa keseluruhannya mencapai 1.440.770 orang.

Ini adalah kenaikan yang sangat mengejutkan karena pada 2010 jumlah LPTK hanyalah sekitar 300-an. Artinya ada kenaikan 100 LPTK lebih dalam jangka waktu hanya tiga tahun atau sekitar 30 setiap tahun atau tiga lembaga setiap bulan.

"Jadi setiap 10 hari muncul sebuah LPTK baru. Tentu saja statistik ini langsung mematahkan asumsi bahwa minat menjadi guru itu rendah. LPTK-LPTK itu berdiri justru karena besarnya minat anak-anak kita untuk menjadi guru. Yang hilang itu justru minat untuk menjadi sarjana pertanian. Ironis! Mengingat kita adalah negara agraris," paparnya.

Dengan jumlah mahasiswa 1,44 juta, lanjutnya, diperkirakan lulusan sarjana kependidikan adalah sekitar 300 ribu orang per tahun. Padahal kebutuhan akan guru baru hanya sekitar 40 ribu orang per tahun. Artinya akan terjadi kelebihan pasokan yang sangat besar.

Perlu diketahui 100-an LPTK baru yang didirikan tahun 2010-2013 jelas belum memiliki mahasiswa sebanyak kapasitas yang mereka persiapkan dan juga baru akan mulai meluluskan beberapa tahun kedepan.

Jadi dalam beberapa tahun ke depan akan terjadi ledakan bom jumlah lulusan LPTK yang jelas tidak akan mungkin tertampung karena terbatasnya kebutuhan dibandingkan lulusan

429 LPTK penghasil guru ini tentu saja mendapat suntikan anggaran negara yang tidak kecil. Kemendikbud juga punya 14 P4TK termasuk LP2KS dan LP2KPTK2, memiliki 34 LPMP yang merupakan mantan Balai Pelatihan Guru (BPG) tapi malah berpikir untuk melakukan Impor Guru, ini sesuatu yang sungguh mengerikan dan mengherankan.

"Bayangkan, berapa banyak anggaran negara yang dihabiskan untuk mengelola semua lembaga itu, lalu tiba-tiba seorang menko angkat tangan dan memilih melakukan impor guru?," serunya.

Dia menambahkan, jika memang semua anggaran itu dianggap tidak berguna, bubarkan saja sekalian biar anggarannya digunakan untuk menggaji guru setara PNS.

"Di tengah hebohnya guru-guru honorer K2 dan nonkategori yang sudah mengabdi puluhan tahun menyelamatkan pendidikan kita dengan pendapatan yang tidak memanusiakan guru, menteri justru berpikir untuk melakukan impor guru," kritiknya.

Jika pemerintah punya uang banyak, sejahterakanlah para guru honorer K2 dan non kategori ini maka Indonesia akan mendapatkan anak-anak terbaik Indonesia untuk jadi guru. Hasil penelitian terbaru Kemendikbud menunjukkan hanya 11 persen anak-anak sekolah yang punya keinginan jadi guru. Ini tak lain karena gaji guru Indonesia mayoritas sangat rendah dan menyedihkan. Hanya guru-guru bersertifikasi yang sejahtera dan guru PNS yang terbilang cukup.

Di sisi lain, guru-guru kita sebenarnya punya potensi baik tetapi beban kurikulum dan administrasi yang begitu berat membuat mereka sibuk dengan hal-hal tidak perlu.

"Saya yakin jika guru-guru Impor itu bekerja dengan ikatan kurikulum yang sama plus beban administrasi yang sama maka mereka pun tak akan maksimal apalagi kendala bahasa akan menjadi masalah besar," ujarnya.

Persoalan lainnya adalah maukah mereka, para guru luar negeri ini mengajar di daerah terluar, terdepan dan terpencil?

"Tak bisa kita bayangkan, belajar 6 tahun bahasa Inggris tetapi tak mampu bercakap bahasa inggris. Apa yang salah, bukan gurunya yang salah tapi kurikulum yang dibuat pemerintah tak mampu menghasilkan siswa dengan kemampuan bercakap bahasa inggris yang baik," lanjutnya.

Problem pendidikan karakter pun menurut Ramli, tidak akan maksimal dengan guru asing kecuali jika ingin mengubah karakter orang indonesia menjadi karakter asing. Pendidikan karakter harus diberikan oleh semua guru, bukan hanya guru mata pelajaran tertentu.

"Daripada melakukan Impor guru, lebih baik dosen-dosen LPTK itu diganti semuanya sama dosen luar negeri biar mampu menghasilkan guru-guru terbaik jika asumsinya orang luar negeri lebih baik dari kita. Atau begini saja, jika guru harus impor, bagaimana kalau sekalian saja menteri kita juga impor?," pungkas Ramli. (esy/jpnn)


Sumber: www.jpnn.com

Berita Terkait



add images