iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

Partai politik, lanjut Emrus, selain sebagai pencari kader juga harus mengedukasi masyarakat. Dengan diusungnya mantan koruptor, dinilai akan mengecewakan publik. Parpol juga dinilai gagal dalam mencari kader maupun regenerasi di internal partai.

Terpisah, Akademisi Universitas Islam Al Azhar Indonesia Ujang Komarudin menegaskan, selain partai politik, aturan larangan mantan koruptor berada di tangan legislatif. Aturan yang direncanakan akan dituangkan dalam Peraturan KPU dinilai kurang kuat. Hanya saja, perubahan Undang-undang menjadi jalan panjang. “Saya rasa di sini legislatif harus berperan. Mereka harus membahas aturan tersebut dengan segera. Meskipun saya pesimis bisa rampung sebelum pelaksanaan Pilkada 2020,” ucap Ujang.

Sebelumnya, Ketua Konstitusi dan Demokrasi Inisiatif (Kode Inisiatif) Veri Junaidi menilai Mahkamah Konstitusi (MK) berhasil menyelesaikan proses sengketa perselisihan hasil pemilu (PHPU) pada Pemilu 2019 dengan baik. Veri menilai proses sengketa di MK menurunkan tensi politik yang sempat memanas selama proses pemilu.

“Proses perselisihan di MK ini memang diharapkan bisa menjadi kanalisasi terhadap konflik yang ada. Sekarang ini terbukti bahwa pemilu selesai dengan cara baik dan konstitusional,” kata Veri. Dia menilai, dari segi penyelenggaraan sudah sangat kompleks, ditambah tingginya polarisasi politik di tengah masyarakat. Namun pada akhirnya penanganan perkara PHPU dapat diselesaikan dengan baik.

(khf/fin/rh)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait