iklan

Dugaan terbakarnya tanggal 7 September, katanya.

Dari data Gakkum KLHK, PT Adei Plantation memegang konsesi total luasnya 12.860 hektare. KLHK belum menetapkan tersangka dalam kasus tersebut.

Terpisah, Lembaga swadaya masyarakat (LSM) pemerhati lingkungan Walhi dan KKI Warsi Jambi makin meluasnya karhutla karena lambat dan terkesan “tebang pilih” penindakan terhadap para pelaku.

“Karhutla di Jambi menurut Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI luasannya mencapai 11.022,00 hektare namun sampai saat ini belum ada tersangka dari pihak perusahaan baik secara perdata maupun pidana,” kata Direktur Eksekutif Walhi Jambi Rudiansyah.

Namun, Walhi Jambi menyebutkan karhutla sudah mencapai angka 20.000 hektare yang terdiri dari 60 persen lahan gambut dan sisanya lahan mineral. Sedangkan KKI Warsi menyebutkan karhutla yang terjadi di Jambi sudah mencapai 18.000 hektare dan mayoritas berada di lahan gambut.

Rudiansyah mengatakan pihaknya melihat begitu banyak lahan perusahaan yang terbakar di Jambi. Namun, belum ada yang mendapat tindakan yang tegas. Perusahaan ada WKS, Reki, PT MAS (sudah ditangani KLHK), dan PT SNP, terakhir ada PT Atga di Tanjabtimur.

Rudiansyah juga menyayangkan penangkapan terhadap masyarakat yang hanya membakar lahan satu-dua hektare yang menjadi tersangka, sedangkan perusahaan yang lahannya terbakar tidak kunjung ada sanksi pidana maupun perdata.

“Jangan hanya masyarakat kecil yang kena konsesi baik HTI maupun HPH sesuai dengan UU yang ada,” katanya.

Kondisi karhutla saat ini sudah begitu parah dan mendekati kejadian pada 2015. “Saat ini sudah parah dan sudah cukup berbahaya, dan kita tidak bisa hanya mengandalkan TNI dan Polri, pemerintah harus turunkan semua timnya,” katanya.


Berita Terkait



add images