iklan

Sementara itu, Direktur KKI Warsi, Rudi Saf mengatakan penegakan hukum dengan menangkap para pelaku itu tidak efektif. Tetapi pemberian denda itu yang harus dilakukan. Sebab pemberian denda itu lebih efektif, ketimbang pidana.

Menurutnya, sudah seharusnya penanganan karhutla menggunakan UU Lingkungan Hidup dan tidak dengan UU Pidana.

“Jika menggunakan UU Lingkungan akan lebih mudah, karena ketika lahan itu terbakar tinggal tangani di situ bisa pidana dan bisa pencabutan izin,” katanya.

Sementara itu, kelompok warga sipil menyampaikan surat terbuka ke Presiden Joko Widodo, meminta pemerintah melakukan tindakan nyata mengatasi kabut asap akibat karhutla di Kalimatan dan Sumatera.

Surat terbuka itu ditandatangani oleh perwakilan Aliansi Masyarakat Adat Nusantara, Greenpeace Indonesia, Gerakan IBUKOTA, Koalisi Rakyat untuk Keadilan Perikanan, Konsorsium Pembaruan Agraria, Komisi untuk Orang Hilang dan Tindak Kekerasan, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan, Rimbawan Muda Indonesia, Solidaritas Perempuan, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, dan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi).

“Situasi ini sudah darurat, di mana korban yang paling depan atau paling banyak merasakan dampak kabut asap ini adalah kelompok rentan seperti balita, anak-anak, perempuan dan lansia,” kata Dewan Eksekutif Nasional Walhi Khalisah Khalid dalam konferensi persnya di Jakarta.

Ia mengatakan seharusnya kondisi darurat akibat kabut asap karhutla bisa dicegah dan cepat ditanggulangi karena bukan kali pertamanya.

Dalam surat terbuka mereka, koalisi masyarakat sipil di antaranya meminta Presiden Joko Widodo segera mengambil langkah tanggap darurat, membangun sistem respons cepat, dan melakukan peninjauan ulang izin perusahaan yang terbukti lahannya memiliki titik api.

(gw/fin)


Sumber: FIN.CO.ID

Berita Terkait



add images