“Ini memang di sisi lain ada ketidaksamaan antara petahana dengan jabatan misal DPR, DPRD. Sama-sama bupati, wali kota itu jabatan politis juga. Kenapa kalau di DPRD kalau anggota DPRD provinsi, kabupaten, kota harus mundur. Sementara incumbent cukup hanya cuti,” ujar Abhan.
Menurutnya, harus ada pembahasan kajian lebih lanjut. Bagi jajaran pengawas akan lebih mudah pengawasan jika legislatif dan eksekutif harus mundur. Sehingga tidak ada potensi abuse of power alias penyalahgunaan oleh petahana. “Jadi memang ada yang merasa nggak adil. Yang satu harus mundur, yang satu cukup cuti. Padahal sama-sama jabatan politis. Itu , yang saya kira harus dikaji kembali di UU Nomor 10 Tahun 2016,” imbuhnya.
Ada juga keunggulan petahana dibandingkan dengan calon pendatang. Dia menyebut petahana lebih diuntungkan karena sudah dikenal publik terlebih dahulu. Waktu penyelenggaraan Pilkada yang singkat, dikhawatirkan akan menyulitkan pendatang baru untuk sosialisasi.
(khf/fin/rh)
Sumber: www.fin.co.id