iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Kewenangan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam melakukan penyadapan dan penggeledahan menjadi sorotan wakil rakyat saat Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi III. Permintaan izin kepada dewan pengawas dinilai sebagai birokrasi bertele-tele. Karena harus melakukan serangkaian proses agar izin dikeluarkan dewan pengawas.

Adanya keyakinan jika dewan pengawas bisa mengembalikkan kepercayaan publik dirasa bertolak belakang dengan persepsi publik yang berkembang. Pernyataan menohok disampaikan anggota Komisi III DPR Benny Harman. Menurutnya, dengan adanya dewan pengawas, bukan memperkuat KPK, justru memperlemah KPK.

Bahkan, Benny menyebut tiga sampai empat anggota dewas terpilih sempat menyinggung jika dengan adanya dewas bisa memperlemah KPK. Ia juga empertanyakan apakah tugas mengawasi pelaksanaan tugas dan wewenang aktif atau pasif. Selain itu, pengawasan dilakukan sebelum atau sesudah KPK melaksanakan tugas dan wewenang.

“Kalau dilaksanakan sebelumnya, maka lumpuhlah KPK. Bayangkan jika dewas melakukan pengawasan sebelum KPK melaksanakan tugas dan wewenangnya. Maka setiap tugas dan wewenang KPK menunggu lampu hijau dewas ini. Mungkin dewas lapor ke atas,” ujar Benny di gedung parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (27/1).

Politisi Partai Demokrat ini melanjutkan, pengajuan penyidik atau pimpinan terkait penyadapan dengan mencantumkan nomor telepon yang disadap dinilai tidak tepat. Dengan adanya pencantuman nomor, akan mempersempit nomor tertentu yang sebelumnya tidak diajukan tidak bisa dilakukan.

“Nggak mungkin kalau KPK mengajukan hanya mencantumkan satu nama. Bagaimana jika pimpinan KPK melakukan penyadapan yang nomor HP tidak diajukan, tetapi terafiliasi? Karena sebelumnya belum teridentifikasi. Hal inilah, yang kita sebut membuat KPK sulit melakukan penyadapan KPK. Inilah yang kita sebut zaman dead of KPK,” bebernya.


Berita Terkait



add images