iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Menurut Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu’ti pemerintah harus super teliti dalam upaya pengembalian eks kombatan ISIS asal Indonesia. Pemerintah harus bisa memilah-milah mereka.

“Kalau dari sisi kemanusiaan, banyak dari mereka ini bukan orang yang menjadi istilahnya betul-betul kombatan ISIS,” katanya di Jakarta, Senin (10/2).

Dikatakannya, tidak sedikit dari mereka yang tidak tahu diajak bergabung dengan ISIS. Karenanya, persoalan eks ISIS tersebut jangan dipukul rata. Sebab beberapa dari mereka memerlukan bantuan kemanusiaan.

“Nah kalau kemudian semua dipukul rata tidak adil,” katanya.

Disebutkannya, banyak pihak dari negara lain yang memberikan bantuan kepada eks ISIS. untuk itu, sebaiknya Indonesia juga melakukan hal yang sama dengan pendekatan kemanusiaan.

?????

“Jika mereka masih memiliki paspor Indonesia maka sejatinya mereka masih memiliki hak kembali ke Tanah Airnya,” katanya.

Selain itu, Mu’ti juga mengakui secara politik terdapat pihak yang khawatir dengan wacana pemulangan eks ISIS. Namun, perlu ada solusi atau jalan tengah untuk mengizinkan mereka ke Indonesia dalam masa tertentu.

“Sampai ke masa tertentu ketika secara ideologi mereka kita anggap belum memiliki istilahnya kesetiaan kepada Pancasila ya mungkin perlu dilakukan rehabilitasi atau apapun namanya, pembinaan politik begitu. Tapi jangan ditolak masuk ke Indonesia,” katanya.

“Maka biarlah mereka masuk ke Tanah Air dan mereka diberi pembinaan agar secara politik mereka setia kepada Pancasila NKRI dan UUD 1945,… Semacam karantina politik lah, saya kira mungkin ada karantina politik sebagai jalan tengah,” lanjutnya.

BACA JUGA: Cuaca Buruk, Harga Ikan Naik

Pakar hukum Universitas Jenderal Soedirman (Unsoed) Purwokerto, Hibnu Nugroho dalam keterangannya meminta pemerintah harus arif terkait rencana pemulangan eks kombatan ISIS.

“Kita harus lihat niat si eks ISIS tersebut, dia kan selama ini sudah tidak menghargai negaranya sendiri. Bahkan, dia berjuang untuk negara lain,” katanya.

Menurut dia, hal tersebut merupakan suatu kondisi yang harus dijadikan pertimbangan. Apakah harus dilindungi atau sebaliknya.

“Kalau sebagai bagian dari warga negara, iya patut, tapi pemerintah harus betul-betul selektif memberikan pelajaran. Artinya, negara itu punya kemampuan untuk melindungi dan juga mendidik,” ucapnya.

Menurutnya, para eks kombatan harus sadar dengan apa yang dilakukannya.

“Dalam hal ini, itu merupakan pendidikan yang dikemas menjadi punishment biar sadar, sehingga ke depan tidak lagi muncul pemikiran-pemikiran seperti ini (masuk ISIS) lagi. Ini menjadikan sejarah kelam bagi warga negara Indonesia yang tidak punya prinsip,” tuturnya.

Terkait dengan anak-anak, Hibnu berharap pemerintah juga bersikap arif agar jangan sampai masa depan anak-anak itu menjadi tidak jelas.

“Saya kira itu bagian dari pemerintah untuk bisa melakukan pembinaan kepada generasi-generasi yang akan datang supaya tidak mengikuti orang tuanya. Oleh karena itu harus ada deradikalisasi, harus ada penyesuaian pola pikirnya (mindset) karena mereka ada di dalam NKRI, harus dicekoki dulu. Tanpa itu, enggak mungkin, dan itu perlu waktu lama, nah itulah tantangan kita,” katanya

Sedangkan Peneliti Pusat Studi Agama dan Lintas Budaya Universitas Gadjah Mada, Mohammad Iqbal Ahnaf menilai wacana tersebut bisa dimanfaatkan untuk memperkuat kampanye kontra-radikalisasi.

“Wacana ini bisa dipahami sebagai cara kita memerangi radikalisme. Harusnya ini menjadi pelajaran atau pesan bagi masyarakat kita bahwa bergabung dengan ISIS adalah sebuah kesalahan yang besar, bukan hanya ISIS saja tapi juga kelompok ekstremis lainnya,” katanya.


Berita Terkait



add images