iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

“Birokratisasi NUPTK yang ribet dan menyusahkan guru menjadi salah satu penyebab banyaknya guru honorer belum mendapatkan NUPTK. Dengan prasyarat NUPTK ini, guru honorer tidak akan memperoleh upah dari dana BOS. Inilah potensi diskriminasi yang dimaksud,” kata Satriwan.

Menurut Satriwan, semestinya upah guru honorer itu menjadi tanggung jawab pemerintah daerah melalui APBD atau bersama dengan pemerintah pusat, bukan melalui dana BOS.

“Inilah yang kami dorong, agar pemerintah daerah patuh kepada perintah UUD 1945 Pasal 31 tentang anggaran pendidikan minimal 20% dari APBD dan APBN,” ujarnya.

Satriwan menyebutkan, potensi diskriminasi berikutnya adalah ada persyaratan guru honorer tersebut belum memiliki sertifikat pendidik. Artinya, guru yang sudah menerima tunjangan profesi guru (TPG) tidak bisa menerima upah dari BOS.

Padahal, dalam UU Guru dan Dosen, antara TPG dan gaji guru berada dalam pasal yang berbeda. TPG berada di Pasal 16, sementara gaji guru berada di Pasal 15.

“Lalu dari mana mereka akan mendapatkan upah? Padahal TPG dan gaji itu kan berbeda substansinya. TPG dibayar sebagai konsekuensi perolehan sertifikat pendidik yang diperoleh guru dari profesionalitasnya dalam menjalankan tugas profesi,” pungkasnya. (der/fin)


Sumber: www.fin.co.id

Berita Terkait



add images