iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Pixabay)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Panasbumi merupakan kekayaan alam yang memiliki peran penting bagi pembangunan nasional untuk kesejahteraan rakyat. Potensinya tersebar di 330 lokasi prospek, perkiraan cadangan 29.543 MW dan baru dimanfaatkan sebesar 2,088,5 MW (Tahun 2019) di 15 PLTP (Pembangkit Listrik Tenaga Panasbumi) di Indonesia.

Selain untuk Pemanfaatan Tidak Langsung (PLTP), Panasbumi digunakan juga untuk pemanfaatan langsung (Pariwisata, Agrobisnis, industri, dlsb). Pemanfaatan ini telah diatur melalui UU No. 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi. Asosiasi Daerah Penghasil Panasbumi Indonesia (ADPPI) menyambut positif langkah pemerintah menyederhanakan perizinan dan kemudahan investasi bidang usaha panasbumi dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja, karena akan mendorong percepatan pemanfaatannya.

Ketua Umum ADPPI Hasanuddin menuturkan di dalam Draft RUU Omnibus Law Cipta Kerja, yang berkaitan dengan Bidang Usaha Panasbumi, Pasal 42-72, halaman 249-260 perlu disampaikan. Pertama, pemerintah hanya mengatur penyelenggaran pengusahaannya pada pemanfaatan langsung, padahal persoalan penting dari pengusahaan panasbumi (PLTP).

543 MW yang ada, baru 2.088,5 MW yang dimanfaatkan (di 15 PLTP). Hal ini disebabkan investasi pemanfaatannya memiliki resiko tinggi (high risk). Resiko ini dalam bentuk ketidakpastian regulasi (yang berubah-ubah) dan resiko sosial. ”Masalah keekonomian dalam skema tarif, ketidakpastian pembelian listrik yang dihasilkan, prosedur dan negosiasi yang panjang semestinya menjadi prioritas dalam RUU Omnibus Law Cipta Kerja,” jelas Hasanuddin dalam keterangan persnya di Jakarta, Selasa (25/2).

Karena nilai investasinya yang sangat besar, tentu perlu adanya kepastian dan jaminan dari pemerintah. Sehingga potensi panasbumi sebagai sumber energi terbarukan dapat dioptimalisasi pemanfaatannya.

Meski dalam penyelenggarannya dilakukan oleh pemerintah pusat, seharusnya di dalam draft Omnibus Law Cipta Kerja ini, Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pembinaan dan pengawasan kepada pemerintah daerah, karena daerah terdampak secara langsung dan pemerintahan terdekat dengan objek investasi. Hasanuddin menjelaskan dua kebijakan yang menimbulkan ketidakpastian investasi dalam pemanfaatan tidak langsung yakni berkenaan dengan BOOT.

Perjanjian Jual Beli Tenaga Listrik (PJBL) menggunakan pola kerjasama “Membangun, Memiliki, Mengoperasikan dan Mengalihkan” (Build, Own, Operate and Transfer/BOOT) sebagaimana Pasal 4, ayat (3) Peraturan Menteri ESDM Nomor 10 Tahun 2017 tentang Pokok-Pokok Perjanjian Jual

Beli Tenaga Listrik dan Pasal 11, ayat (7) Peraturan Menteri ESDM Nomor 12 Tahun 2017 tentang Pemanfaatan Sumber Energi Terbarukan Untuk Penyediaan Tenaga Listrik bertentangan dengan prinsip Izin Panas Bumi (IPB) sebagaimana Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, pasal 23 dan 27. ”Badan usaha mempunyai hak Membangun, Memiliki dan Mengoperasikan (Build, Own and Operate/BOO) karena mendapatkan Izin Panas Bumi melalui mekanisme penawaran wilayah kerja dan tidak dapat dialihkan kepada badan usaha lain,” terang Hasanuddin.

Pola Kerjasama BOOT dapat dilakukan kepada Badan Layanan Umum atau Badan Usaha Milik Negara yang bergerak di Bidang Panas Bumi yang mendapatkan penugasan (ketentuan penugasan ini diatur dalam Pasal 28 UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi). Yurisprudensi pola kerjasama BOOT seperti halnya dalam Kontrak Operasi Bersama (Joint Operation Contract/JOC) di Era Keppres Nomor 22 Tahun 1981 dan Keppres Nomor 45 Tahun 1991.

Kemudian berkenaan dengan penentuan tariff. Berdasarkan Harga Patokan Penentuan Pembelian Tenaga Listrik menggunakan harga patokan BPP dan dilakukan kepada Pengembang Pembangkit Listrik (PPL) yang memiliki wilayah kerja panas bumi. Setelah cadangan terbukti dan atau eksplorasi jelas bertentangan dengan UU Nomor 21 Tahun 2014 tentang Panas Bumi, dimana Penentuan Harga Energi Panas Bumi untuk PLTP ditetapkan oleh pemerintah dengan mempertimbangkan harga keekonomian, dan ketentuan mengenai tata cara penetapan harga diatur dalam peraturan pemerintah.


Berita Terkait



add images