iklan Postingan Tara Basro yang dilabeli pornografi.
Postingan Tara Basro yang dilabeli pornografi. (Instagram)

“Bahaya sekali ini. Nanti seorang perempuan kalau melihat badannya tidak sesuai dengan standar kecantikan di masyarakat, makin tidak percaya diri, atau mendapatkan perundungan. Terus dengan pernyataan tidak sensitif seperti itu, datang dari institusi negara pula, selain mencekal suara perempuan, malah melanggengkan pemikiran bahwa tubuh perempuan adalah objek semata. Utamanya objek seksual. Dianggap sebagai objek pornografi. Mestinya dilihat konteksnya juga, tidak bisa hanya gambar saja,” jelas Ellen Kusuma, Kepala Sub Divisi DARK (Digital At-Risks) SAFEnet.

Menurutnya, pelabelan yang tidak tepat dan menyesatkan atas unggahan Tara Basro ini malah mengundang warganet untuk berbondong-bondong mencari tahu foto mana yang dimaksud. Di sisi lain, Ellen juga mengkritik bahwa Pasal 27 Ayat 1 UU ITE ini memiliki bias gender.

“Sebelumnya, Pasal karet 27 Ayat 1 UU ITE dipakai juga untuk menekan Youtuber Kimi Hime karena kontennya dianggap vulgar, sampai Kimi Hime harus menghapus kontennya. Selalu tubuh perempuan yang diatur-atur atau perempuan yang terkena dampak negatif lebih besar bila terkait dengan isu kesusilaan atau pornografi,” tambahnya.

Ellen melihat bahwa postingan Tara yang mengangkat isu body positivity adalah contoh yang baik dan juga bisa memantik diskusi dan mengedukasi publik agar tidak melakukan bentuk kekerasan berbasis gender online, seperti body shaming. “Warganet menanggapi postingan Tara dengan positif, melihatnya sebagai wujud self-love (terjemahan: mencintai diri sendiri), dan tidak melihatnya sebagai pornografi. Kominfo malah begini,” jelasnya.

Oleh karena itu, SAFEnet sebagai organisasi regional yang memperjuangkan hak-hak digital warga, menyayangkan pernyataan gegabah Kominfo yang melabeli postingan Tara Basro, yang menyuarakan body positivity, sebagai bentuk pornografi.

“Mendesak pemerintah untuk mengkaji ulang Pasal 27 Ayat 1 UU ITE yang tidak memiliki kejelasan unsur sehingga bersifat multitafsir dan pada implementasinya memiliki bias gender yang merugikan perempuan, mendorong pemerintah untuk memperhatikan dan melindungi hak-hak perempuan dalam bersuara di dunia maya, menganjurkan warganet untuk selalu mencerna konten di media sosial dengan melihat konteksnya juga,” bebernya.

Sebelum pada unggahan foto viralnya itu, pemeran Perempuan Tanah Jahanam ini mengatakan dari dulu yang selalu dia dengar dari orang adalah hal jelek tentang tubuh mereka, akhirnya diapun terbiasa ngelakuin hal yang sama mengkritik dan menjelek-jelekan.

“Andaikan kita lebih terbiasa untuk melihat hal yang baik dan positif, bersyukur dengan apa yang kita miliki dan make the best out of it daripada fokus dengan apa yang tidak kita miliki. Setelah perjalanan yang panjang gue bisa bilang kalau gue cinta sama tubuh gue dan gue bangga akan itu. Let yourself bloom ?????,” ungkap Tara. (nin/pojoksatu)


Sumber: www.pojoksatu.id

Berita Terkait



add images