Terpisah Pengamat Hukum dan Tata Negara Yusdiyanto Alam mengatakan keputusan Presiden Joko Widodo untuk tidak melakukan Lockdown menimbulkan sejumlah asumsi negatif terhadap situasi dan kondisi saat ini. Meski demikian, sikap Presiden pun diangap benar, karena Lockdown berimplikasi negatif terhadap penutupan ruang publik, bisnis, sektor jasa dan maupun pemerintahan.
”Ada beberapa asumsi yang yang menyebutkan, jika dilakukan Lockdown maka tidak ada pergerakan orang sakit keluar, atau orang sakit masuk ke dalam. Selanjutnya, jika dilakukan lockdown pemerintah tidak bisa melakukan pergerakan untu menghentikan Virus Corona. Asumsi ini benar, tapi apakah sejalan dengan kondisi saat ini,” terangnya.
Secara hukum dan kebijakan, sambung Yusdiyanto, Presiden telah mengetahui kondisi rill maupun progres yang berkembang. Ini di dapat dari beberapa sumber yang selalu memberikan informasi dan perkembangan terkini.
”Ada Kemenkes, sudah ditunjuk P2P, belum lagi, presiden sudah mengeluarkan protap penanganan Coronavirus Disease 2019 (Covid-19) berbasis komunitas dan Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19. Ini sudah cukup tinggal tindakan konkrit saja,” urai nya.
Yang perlu dilakukan saat ini, sambung doktor jebolan Universitas Padjajaran, Bandung itu tindakan lockdown harus segera disiapkan dan dilaksanakan olh pemerintah daerah. ”Presiden sudah memberikan kewenangan untuk itu. Sekarang tinggal pemerintah daerah yang berinsisasi melakukannya. Secara tata negara diperkenankan, karena itu tugas dan tanggungjawab kepala daerah,” timpalnya.
Lockdown lanjut dia, perlu dilakukan pada beberapa daerah yang dianggab epidemi Virus Corono. ”Dan asumsi itu pun didapat dengan kian masifnya sebaran. Contoh saja DKI Jakata dan Jawa Tengah. Kalau pun menyusul daerah lain seperti Banten dan Lampung sebagai pintu gerbang Sumatera, itu pun sah-sah saja. Dengan catatan, ada angka yang ditemukan secara tidak wajar,” jelasnya.
Maka, sambung dia, sejak awal pemerintah daerah juga harus memastikan kebijakan yang ditempuh dapat meredam penyebaran virus yang berasal dari Wuhan, Cina tersebut.
”Nah, di sini peran pemerintah daerah penting. Salah satunya menyiapkan protokol lockdown. Kebijakan presiden meminta warganegara kerja, belajar dan menjauhi keramaian salah satu cara tuk mencegah personil corona kian masif, itu sudah jelas. Lalu bagaimana pemerintah daerah? Kalau masih saja mengedepankan seremoni, ini fatal!” jelasnya.
Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Informasi Pusat RI Hendra J Kede mengatakan dalam situasi pada level Pandemi tidak memerlukan ijin dari penderita Corona dan atau keluarga untuk mengumumkan Penderita Corona, hanya memerlukan kebijakan dari Presiden.
Jika Presiden mengambil kebijakan untuk mengungkap identitas penderita Corona dalam situasi level Pandemi demi melindungi masyarakat lebih luas, demi meningkatkan kewaspadaan masyarakat dalam rangka menjalankan PODIS (Pencegahan Oleh Diri Sendiri).
”Demi menahan laju penularan virus Corona, maka Presiden tidak bisa disalahkan. Itu dibenarkan menurut rezim Keterbukaan Informasi Publik sesuai UU 14/2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik,” terangnya. (tim/fin/ful)
Sumber: www.fin.co.id