JAMBIUPDATE.CO, JAMBI- Komisi II DPR RI dan pemerintah menyepakati pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak 2020 yang sedianya digelar pada bulan September ditunda hingga 9 Desember 2020.
Dalam RDP kemarin, disepakati sepakat pemungutan suara Pilkada serentak digelar pada 9 Desember 2020, namun dengan beberapa catatan yang harus dipenuhi mengingat saat ini Indonesia tengah pandemi Covid-19.
Beberapa catatan itu yakni pelaksanaan Pilkada tetap memperhatikan protokol kesehatan dengan berkoordinasi gugus tugas Penanganan Covid-19.
Namun, keputusan tersebut dinilai sangat beresiko untuk menyelenggarakan pesta demokrasi lima tahunan ini sementara pandemic Covid-19 di Indonesia masih belum berhenti, bahkan terus melonjak penambahan jumlah pasien positif.
Mochammad Farisi, LL.M, Ketua Kopipede Provinsi Jambi, mengatakan, bila melihat klausula menimbang dan Pasal 201A (1) di Perppu No. 2 Tahun 2020, pilkada ditunda akibat adanya pandemi global Covid-19 dan bencana nasional nonalam serta dalam rangka penanggulangan peyebaran pandemi Covid-19.
Pasal 201A (3) juga menjelaskan pilkada lanjutan Desember 2020 ditunda dan dijadwalkan kembali apabila bencana pandemi Covid-19 belum berakhir.
“Faktanya sampai saat ini pandemi Covid-19 belum berakhir, WHO belum mencabut status pandemi global dan di Indonesia angka kasus positif justru terus bertambah.
Berdasarkan Keppres No. 12 Tahun 2020 & SE Gugus Tugas Covid-19 No. 6 Tahun 2020, Indonesia masih dalam status bencana nasional nonalam Covid-19, dan juga Indonesia masih dalam status kedaruratan kesehatan masyarakat Covid-19 berdasarkan Keppres No. 11 Tahun 2020.
“Artinya kesimpulan RDP kemarin (27/05) justru bertentangan dengan maksud dikeluarkannya Perppu itu sendiri dan terkesan memaksakan pilkada ditengah wabah, terlalu beresiko,” jelasnya.
Dia menambahkan, perlu diingat tragedi Pemilu 2019, 894 petugas meninggal dunia dan 5.175 petugas mengalami sakit akibat kelelahan dalam proses putungsura, sedangkan Pilkada tahun ini ancaman lebih nyata, yaitu virus yang tak kasat mata.
“Pemerintah memang sedang membangun sikap optimisme/percaya diri dengan istilahnormal baru, bahwa kita juga bisa melaksanakan Pilkada dalam kondisi wabah dengan menerapkan protokol kesehatan yang ketat, namun optimisme juga harus melihat fakta riil dilapangan bahwa tingkat kedisiplinan masyarakat kita rendah,” tuturnya.
Dia menjelaskan, hampir semua tahapan Pemilu melibatkan kontak fisik bahkan kerumunan masyarakat, seperti petugas PPDP melakukan Coklit, verifikasi factual, Rakor, Raker, sosialisasi, kampanye, penyiapan logistic, Putungsura di TPS.
“Semua kondisi tersebut sangat riskan tertular, siapa yang menjamin dan bertanggung jawab bila ada klaster Pilkada,” bebernya. (wan)