Yuri pun menegaskan pihaknya terus memantaru perkembangan epidemologi, sistem kesehatan serta surveillance atau sistem pengawasan kesehatan daerah-daerah yang menerapkan normal baru dalam pandemi Covid-19 akan terus dipantau.
”Sepanjang penerapan tatanan kehidupan baru ini akan dilakukan pemantauan terkait perkembangan epidemologi daerah, sistem kesehatannya dan sistem surveillance kesehatannya,” jelasnya.
Beberapa hal terkait bagaimana menerapkan normal baru secara keseluruhan dalam sistem masyarakat di Tanah Air untuk kehidupan yang baru akan sangat ditentukan oleh kondisi wilayah itu sendiri.
Menurut dia, sejak awal, gugus tugas penanganan Covid-19 memberikan masukan kepada pemerintah daerah, kemudian dilakukan kajian epidemologi tentang penyakit di wilayah-wilayah tersebut. Selain itu juga disampaikan data-data tentang sistem kesehatan yang ada di daerah termasuk sistem surveillance kesehatan.
”Atas dasar inilah maka kita bisa melihat bahwa memang ada beberapa kabupaten dan kota di Tanah Air yang tidak terdampak Covid-19,” ujarnya.
Daerah-daerah itulah yang kemudian semestinya sudah bisa melaksanakan tata kehidupan yang baru. Hal itu sudah menjadi keputusan pemerintah daerah yang diambil bersama-sama dengan seluruh pemangku kepentingan serta tokoh yang ada di kabupaten dan kota.
Langkah itu dilakukan sebab tahapan selanjutnya ialah harus menciptakan kondisi serta upaya prakondisi yang diberikan dan disampaikan pada masyarakat agar mereka memahami betul apa yang harus dilakukan.
Bahkan, tidak hanya berupa sosialisasi melainkan juga edukasi pada semua aspek kehidupan. Selanjutnya dilakukan simulasi di berbagai tempat termasuk fasilitas umum dengan tatanan hidup yang baru. ”Bagaimana mengimplementasikan tatanan hidup yang baru misalnya di pasar dan sekolah,” terangnya.
Untuk sekolah tentunya juga perlu diperhatikan stratanya yakni bagaimana di tingkat perguruan tinggi, SMA, SMP serta SD. Hal tersebut harus benar-benar dipahami oleh masyarakat agar meyakini bahwa mereka mampu melaksanakan normal baru dengan baik.
Ia berharap dengan adanya pemantauan atas perkembangan epidemologi serta sistem kesehatan tiap-tiap daerah, maka akan terlihat bahwa peran yang paling menentukan adalah masyarakat dan diharapkan mereka menyikapinya dengan benar. ”Inilah yang kita harapkan tatanan baru dalam kehidupan kita bisa menjadi cara bagi kita untuk menjaga aman dari Covid-19,” katanya.
Terpisah, Pengurus Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Dono Widiatmoko mendorong dilakukannya tes serologi massal di era normal baru.
”Sebagai alternatif, tes serologi bisa dilakukan. Jika dilakukan pada populasi secara acak, tes ini bisa melihat sejauh mana infeksi Covid-19 terjadi pada populasi tersebut,” kata Dono.
Dosen senior di University of Derby, Inggris Raya, itu mengatakan, saat ini untuk mendeteksi virus SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 dilakukan melalui tes PCR. Tes PCR, kata dia, menjadi standar utama dalam mengonfirmasi positif tidaknya seseoramg tertular SARS-Cov-2. Akan tetapi, tes PCR memiliki kendala.
Keterbatasan itu, kata dia, antara lain mencakup keterbatasan laboratorium dan alat PCR, reagen serta tenaga terlatih yang mampu melakukan tes secara akurat. Selain itu, tes PCR memerlukan biaya yang cukup besar dan waktu yang relatif lama.
Untuk itu, metode tes yang lain seperti tes serologi cenderung lebih efisien, lebih mudah digunakan dan harganya relatif tidak mahal sehingga tes massal sangat memungkinkan.
Ia menyebut berkumpulnya para pekerja di era normal baru dalam satu waktu dan satu tempat memungkinkan terjadinya kluster-kluster baru Covid-19 jika tidak diantisipasi sedini mungkin. Antisipasi dimulai dari pendeteksian tes serologi.
Cara kerja tes serologi, kata dia, dilakukan dengan mengecek antibodi pasien yang arahnya mencari bukti respon kekebalan tubuh, berupa antibodi IgM dan IgG terhadap SARS-CoV-2 ”Dengan diketahuinya informasi ini, pemerintah bisa merancang program-program kesehatan masyarakat, termasuk di antaranya pelonggaran PSBB,” katanya.