iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Dhimas/Fajar Indonesia Network)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – DPD RI mempertanyakan keputusan DPR RI, pemerintah, dan penyelenggara pemilu yang memutuskan penyelenggaraan Pilkada Serentak 2020 tanpa melibatkan DPD RI. Terlebih, menyangkut kondisi daerah di tengah darurat pandemi COVID-19. DPD sepakat menolak pelaksanaan pilkada pada 9 Desember 2020.

“Ini kan pilkada, pemilihan kepala daerah. Kok DPD tidak diajak bicara? Diputuskan hanya antara Komisi II DPR RI, Kemendagri, KPU, Bawaslu dan DKPP?” tanya Wakil Ketua Komite II DPD RI Bustami Zainudin di Jakarta, Rabu (3/6).

Dia menilai tepat langkah Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang secara resmi mengirim surat kepada pimpinan DPD RI untuk menyatakan penolakan agenda politik tersebut di masa pandemi COVID-19. Sebab, DPD RI adalah lembaga negara yang secara konstitusi diberi amanat untuk mewakili kepentingan daerah. “Diharapkan terjadi mekanisme check and balances. Bukan saja antar cabang kekuasaan negara. Tetapi juga di dalam cabang legislatif itu sendiri,” imbuhnya.

Anggota DPD, lanjutnya, bukan orang yang mewakili suatu kelompok atau ideologi partai. Tetapi mewakili seluruh elemen di daerah. “Karena itu pentingnya keberadaan dan fungsi serta peran DPD RI. Untuk memastikan seluruh kepentingan rakyat dapat disalurkan dengan basis sosial yang lebih luas. Sangat wajar apabila para senator berpikir dan bertindak sebagai seorang negarawan yang berada di dalam cabang kekuasaan di wilayah legislatif,” paparnya.

Dia juga mengingatkan UUD NRI 1945 dengan jelas menyatakan DPD RI adalah satu-satunya lembaga tinggi negara yang mewakili daerah. Posisinya sejajar dengan DPR RI. Bahkan Senator dipilih langsung rakyat di daerah.

Karena itu dia menilai seharusnya DPD RI diajak rembug untuk keputusan yang menyangkut nasib daerah. Apalagi KPU sebenarnya punya opsi untuk melaksanakan Pilkada di bulan April 2021.

Hal senada juga disampaikan Ketua Komite I DPD RI Agustin Teras Narang. Dia dengan tegas menolak pilkada serentak pada 9 Desember 2020. Dia mengatakan ada banyak pertimbangan dari Komite I DPD RI membuat pernyataan menolak. “Kami sudah cantumkan secara jelas dan terang benderang di surat yang disampaikan ke pimpinan DPD RI. Keputusan presiden tersebut sampai sekarang belum dicabut. Itu artinya, negara Indonesia masih mengalami bencana nasional non alam, yakni virus Corona,” tegas Teras.

Selain itu, dampak pandemi COVID-19 sampai masih cukup banyak. Bahkan banyak masyarakat Indonesia yang kehilangan pekerjaan. Dia mengatakan apabila dipaksakan pilkada serentak dilaksanakan Desember 2020, dikhawatirkan dapat menimbulkan dampak yang sangat besar. Sebab, Pilkada serentak kali ini dilaksanakan di 270 daerah se-Indonesia dan melibatkan 105 juta pemilih. “Jika melihat kondisi kita yang masih dalam pandemi COVID-19, maka sudah tentu ini sangat memprihatinkan. Itu jadi bagian pertimbangan di Komite I DPD RI,” papar mantan Gubernur Kalteng ini.

Terpisah, peneliti senior Network for Democracy and Electoral Integrity (Netgrit) Hadar Nafis Gumay menegaskan penyelenggaraan pilkada di tengah pandemi COVID-19 harus menjamin kesehatan dan keselamatan. “Pertama, keselamatan dan kesehatan seluruh pemangku kepentingan. Kedua, bagaimana kualitas pemilihan bisa tetap dijaga,” ujar Hadar.

Menurut dia, persiapan untuk menjamin aspek kesehatan, keselamatan, dan kualitas tersebut harus benar-benar disiapkan sebelum tahapan pilkada dilanjutkan. Dari segi aturan butuh Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tersendiri yang mengatur tentang mekanisme penyelenggaraan dalam suasana pandemi. “Saya mendengar PKPU untuk tahapan, program, dan jadwal pilkada sudah dalam proses improvisasi di Kemenkumham. Mudah-mudahan segera selesai,” imbuhnya.


Berita Terkait



add images