Petani satu kampung menyerahkan gabah ke pak RW. Untuk disimpan di gudang tadi.
Pak RW-lah yang mengolahnya menjadi besar. Lalu menjualnya.
Setelah laku Pak RW membayar ke petani. Dengan harga 10 persen lebih tinggi dari harga pasar. Petani memperoleh harga lebih baik.
Saya belum mau menulis soal ini secara lengkap. Jangan dulu dipercaya. Saya (atau wartawan DI’s Way) harus lebih dulu menelusuri sendiri tingkat keberhasilannya. Dalam waktu dekat.
Rasanya Nganjuk akan bisa seperti Banyuwangi --yang majunya cepat sekali. Novi punya potensi menjadi Azwar Anas --Bupati Banyuwangi yang sukses itu.
Dua-duanya santri NU. Sama-sama pula dicalonkan oleh PDI-Perjuangan. Sama-sama mudanya. Hanya Novi lebih kaya harta. Anas lebih kaya pengalaman politik.
Dalam hidupnya Novi tidak pernah masuk organisasi. Waktu masih pelajar atau mahasiswa pun tidak ikut IPNU atau PMII.
Selepas SMPN 1 Nganjuk Novi diminta ibunya melanjutkan ke pondok. Novi pun masuk Darul Ulum, Peterongan, Jombang.
Di ”Pondok Bintang Sembilan” itu tidak hanya ada madrasah. Ada juga SMA Unggulan. Yakni SMA proyek BPPT-nya Alm Prof BJ Habibie. Ke situlah Novi sekolah. Yang kalau tamat bisa langsung ke Institut Teknologi Indonesia.
Waktu kelas 2 SMA itu ruang kelasnya di lantai atas. Lantai bawah digunakan untuk SMP. Setiap kali turun dari lantai atas matanya terantuk pandang mata seorang siswi SMP di lantai bawah.