iklan

Jatuh cinta.

Seorang temannya menjadi kurir surat-menyuratnya dengan siswi SMP asli Jakarta itu. Pakai cara lama: lewat pertukaran buku pelajaran --yang berisi surat cinta.

”Waktu menunggu buku pelajaran berisi surat cinta itu berdebarnya bukan main,” ujar Novi mengenang.

Surat-surat cinta itu ia simpan sampai sekarang. Ia taruh di brankas uang. Dikunci mati dengan kunci rahasia kombinasi.

 

Itulah cinta pertama dan terakhirnya. Mereka menikah setelah si siswi tamat SMA --dan Novi belum lulus sarjana ekonomi di Universitas Brawijaya. Ia tidak jadi masuk ITI karena sudah mulai berbisnis.

Di Darul Ulum Novi mendapat tiga 'i' : ijazah, istri, dan infus. Sambil sekolah Novi masih bisa cari uang: membeli plastik bekas. Untuk dijual ke pabrik pengolahan biji plastik.

Saat kelas tiga SMA meningkat menjadi dagang bijih plastik.

Sambil kuliah pun Novi terus mengembangkan bisnisnya. Semua itu terinspirasi dari ayahnya: pengusaha hasil bumi, ternak, dan jasa perdagangan.

Kini sang ayah tidak berbisnis lagi. Hijrah sepenuhnya ke bidang lain: mengurus pesantren yang didirikannya di Kediri. Yang siswanya tidak perlu membayar: TK, SD, Ibtidaiyah, Aliyah, dan SMK.

Di Nganjuk perusahaan Novi memiliki 2.000 karyawan. Merekalah --di tahun 2017--yang dikerahkan untuk menaikkan rating pencalonannya sebagai bupati.

Mereka itu yang memasang 6.500 lebih poster besar di semua RT di Nganjuk.

Isi poster sangat simple: foto dirinya dengan baju hem putih dan kopiah hitam. Tidak banyak tulisan di poster itu. Bunyinya hanya: Mas Novi, Calon Bupati.

Tidak ada jargon, motto atau pun gelar-gelar. Prinsip-prinsip marketing ia jalankan.

Hasilnya: popularitas Novi tiba-tiba melangit, 70 persen. Dari sebelumnya hanya 8 persen.

Partai-partai pun mengincarnya. Terutama PDI-Perjuangan dan PKB. Tingginya rating Novi membuat ia tidak perlu mencari partai. Kendaraan politik itu datang sendiri.

Ia sama sekali tidak perlu membayar mahar ke PDI-Perjuangan. Tidak juga ke PKB. Ayahnya akrab dengan kiai-kiai utama di PKB.

Hanya saja ia harus menggandeng kader PDI-Perjuangan sebagai wakil.

 

Hasil kerjanya sangat nyata. Hasil surat cinta di dalam buku pelajarannya pun nyata: anaknya lima orang. Yang tertua kuliah di Yaman. Di Darul Mustofa di Kota Tarim.

Di sana ia masuk pesantren milik leluhurnya sendiri itu --dari jalur istri Novi.

Yang kedua dan ketiga wanita. Dua-duanya masuk SMK animasi Umar Said yang disponsori Djarum di Kudus. Yang keempat masih tsanawiyah (SMP). Dan yang kelima, masih SD. Dua-duanya di Nganjuk.

Semua anaknya itu lagi menghafal Alquran --ikut ibunya yang juga hafal Alquran.

”Anda hafal Alquran juga?” tanya saya kepada Novi.

”Saya hafal fulus,” gurau Novi.(Dahlan Iskan)


Sumber: www.disway.id

Berita Terkait