iklan foto: PUPR
foto: PUPR

Kepala BPBD Majene Ilhamsyah DJ menyebut sebelumnya hanya 25 titik pengungsian. Kini terus bertambah, baik dari Kecamatan Banggae hingga ke Malunda. Jumlah warga mengungsi pun terus bertambah. Kapolda Sulbar Irjen Eko Budi Sampurno saat meninjau Posko Bencana di Majene, mengatakan, personelnya tetap melakukan pengawalan distribusi bantuan agar tidak terjadi kesalapahaman yang membuat warga merasa tidak terbantu. Hingga akhirnya, melakukan pengadangan.

Kapolda menyebut warga sudah diberi pemahaman. Distribusi pun makin lancar.
Dapur umum juga tersedia di posko untuk memastikan kebutuhan pengungsi. “Untuk pengungsi misalnya ke Polewali, kita fasilitasi. Jadi, kantor kepolisian dan tentara disiapkan untuk membantu masyarakat,” ujarnya.

Di Mamuju, pembersihan reruntuhan bangunan akibat gempa terus dilakukan. Termasuk reruntuhan kantor Gubernur Sulbar. Alat berat dan truk dikerahkan untuk mengangkut material.

Target pembersihannya selama tiga hari ke depan. “Mudah-mudah target kita tercapai dua atau tiga hari ini,” kata Nanang Lubis dari Adi Karya yang menjadi Pelaksana Pembersihan Kantor Gubernur Sulbar.

Pesan berantai melalui grup WhatsApp membuat warga kaget, , Minggu, 17 Januari. Sebagian panik. Pesan tersebut meminta warga untuk keluar dari Mamuju. Hasil rapat koordinasi Forkopimda, BMKG, dan kepala BNPB menyebut masih ada potensi gempa dengan kekuatan yang lebih besar.

Salah seorang warga, Rahmat mengaku mendapatkan pesan tersebut pagi hari. Dia langsung kaget, karena rapat antara Forkopimda dan BMKG serta BNPB memang ada dan dilakukan di halaman kantor Gubernur Sulbar.

“Setelah saya hubungi teman yang ada di lokasi, ternyata tidak demikian. Saya batal naik gunung untuk mengungsi,” kata Rahmat, Minggu 17 Januari.

Hal serupa diutarakan warga lainnya, Masniawati. Warga Kelurahan Karema itu mengaku sempat meminta suami pulang kampung ke Polman. Dia ingin menghindari gempa dan tsunami. “Tadi mau pulang, tapi suami bilang info hoaks itu. Jadi batal susun baju-baju untuk pulang kampung,” ucapnya.

Kepala BMKG, Dwikorita Karnawati mengatakan, catatan sejarah gempa dahsyat pernah terjadi Sulbar. Yakni tahun 1969 menyebabkan tsunami setinggi empat meter. Kejadian serupa terjadi pada tahun 1984 dengan kekuatan 7,0 SR namun tidak menyebabkan tsunami.

Pelepasan energi yang seharusnya terjadi, secara teoritis harus setara dengan bencana di tahun 1969 atau 1984. Jika tidak, ada pelepasan energi yang masif seperti yang terjadi di Palu.


Berita Terkait



add images