iklan foto: PUPR
foto: PUPR

Namun, ada yang cukup unik terjadi di Mamuju dan Majene. Jumlah gempa susulannya sangat sedikit. Dalam dua hari pascagempa, hanya 33 kali gempa susulan. Jika gempa susulan masif terjadi, akan mengikis sisa energi dari gempa 6,2 SR agar bisa setara dengan kondisi tahun 1969.

“Kami hanya ingin mengimbau warga agar jangan panik, namun tetap waspada. Jangan tinggal di dalam rumah yang retak. Cari tempat yag aman dari pesisir, namun jangan juga ketinggian. Tempat lapang dan jauh dari bangunan,” ucapnya.

Dwikorita Karnawati juga menambahkan, kini bersama timnya telah memasang alat pengukur di dekat titik lokasi gempa. Tujuannya untuk mengukur lebih akurat data gempa yang terjadi.

“Sekali lagi tidak ada imbauan warga untuk meninggalkan mamuju. Yang ada adalah tetap waspada dan selalu mencari informasi dari sumber yang jelas,” ujarnya.

Masyarakat terdampak gempa di Majene dan Mamuju diimbau tak panik. Tetap berada di lokasi pengungsian.

Pemerintah juga harus memastikan kebutuhan dasar masyarakat terdampak gempa bisa terpenuhi.

Kepala Pusat Penelitian dan Pengembangan (Puslitbang) Kebencanaan Universitas Hasanuddin, Prof Adi Maulana mengatakan, penyebab adanya korban jiwa saat gempa disebabkan oleh reruntuhan.

“Bukan gempa yang jadi penyebab utama. Akan tetapi, tertimpa reruntuhan,” ujarnya, Minggu, 17 Januari.

Adi mengungkapkan, potensi gempa susulan dengan daya yang lebih besar juga belum bisa dipastikan. Belum ada teknologi yang memastikan hal tersebut.

“Intinya masyarakat diimbau tidak tinggal di rumah. Terutama sepekan pasca gempa utama. Penyebab utama adanya korban jiwa bukan karena gempanya, melainkan tertimpa reruntuhan,” jelasnya.


Berita Terkait



add images