iklan Ilustrasi.
Ilustrasi. (Net)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA – Pemerintah melalui Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) menyatakan, bahwa alokasi dana pendidikan di Indonesia masih tergolong lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD).

Sekretaris Jenderal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) Ainun Naim mengakui, jika alokasi dana pendidikan di Indonesia masih rendah dibandingkan dengan negara-negara OECD. Bahkan, jumlah dana ini termasuk dari pemerintah ataupun swasta.

“Kalau kita bandingkan dengan negara OECD, pengeluaran dana pendidikan kita masih rendah,” kata Ainun, dalam RDP bersama Komisi X yang digelar secara daring, Kamis (4/2/2021).

Kendati begitu, kata Ainun, jika dilihat dari sisi dana pemerintah, alokasi dana pendidikan terus bertambah seiring meningkatnya pembiayaan negara. Menurutnya, salah satu jalan yang bisa didorong untuk meningkatkan alokasi dana pendidikan adalah memperkuat kontribusi dari dunia industri dan swasta.

“Hal ini juga dilakukan oleh negara-negara lain untuk mendorong alokasi dana pendidikan di negaranya. Untuk itu, kontribusi dari dunia industri dan swasta dibutuhkan untuk memajukan pendidikan Indonesia,” ujarnya.

Ainun menuturkan, jika dilihat dari praktik kebijakan di berbagai negara, ada insentif untuk industri dan swasta yang berkontribusi dalam bidang pendidikan.

“Sebenarnya insentif ini sudah ada di Indonesia seperti insentif pajak bagi industri yang berkontribusi di pendidikan vokasi serta penelitian,” terangnya.

Selain itu, kata Ainun, pihaknya memiliki sejumlah strategi pendidikan yang berkaitan dengan pendanaan. Salah satunya adalah membangun platform pendidikan nasional berbasis teknologi.

“Pemerintah pusat juga berupaya untuk membangun sekolah atau lingkungan belajar yang sesuai dengan masa depan. Itu yang secara umum kita lakukan masalah anggaran,” tuturnya.

Berdasarkan total anggaran pendidikan, sebanyak Rp81 triliun dibagikan untuk Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) sebagai rumah penyelenggara pendidikan. Sementara itu, sebanyak Rp55 triliun dikelola oleh Kementerian Agama (Kemenag). Adapun Kementerian/lembaga lainnya mengelola Rp35 triliun, dan sisanya untuk pemerintah daerah.

Ketua Komisi X DPR RI, Syaiful Huda meminta, anggaran 20 persen untuk pendidikan ke depannya bisa direformulasi dan dipertajam. Pada tahun ini, anggaran 20 persen tersebut memiliki nilai Rp 550 triliun dan dibagikan ke berbagai kementerian/lembaga termasuk ditransfer ke daerah.

“Saya mendorong, agar anggaran 20 persen ini bisa direformulasi dan diarahkan agar bisa lebih bermanfaat bagi peserta didik. Salah satu aspek yang perlu dipertimbangkan dalam penganggaran adalah pembiayaan yang langsung bisa tertuju kepada murid atau mahasiswa kita,” kata Syaiful.

Terlebih lagi, kata Syaiful, ketika dikomparasi indeks pembiayaan siswa Indonesia dengan negara lain masih berjarak cukup besar. “Ini yang saya kira ke depan, apa yang kita sebut sebagai reformulasi itu menjadi penting,” ujarnya.

Menurut Syaiful, reformulasi anggaran juga perlu dikaitkan dengan isu kesejahteraan guru. Sebab, saat ini skema Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) masih menjadi perdebatan dan sebenarnya ditolak oleh guru honorer.

“Perlu ada semacam afirmasi reformulasi anggaran terkait hal ini. Ditambah, saat ini masih banyak ketimpangan sarana prasarana antardaerah dan menjadi catatan kritis ketika membahas mengenai isu-isu fundamental pendidikan,” pungkasnya. (der/fin)


Berita Terkait



add images