Masjid yang memiliki ukuran 8 x 10 meter yang berada di RT 05 Dusun Jaya dan berada persis di bibir bantaran sungai Batanghari tersebut, saat ini masih berdiri tegak, walaupun sebelumnya sempat dilakukan perbaikan dan pergeseran lokasi Masjid akibat tanah sungai yang mengalami abrasi.
Fisik serta bentuk masjid tidak ada yang berubah, hanya saja atap yang awalnya menggunakan genteng diganti dengan seng, sedangkan pucuk Masjid masih beratapkan genteng.
‘‘Masjid ini hanya digunakan untuk ibadah shalat 5 waktu saja, kalau untuk shalat Jumat dan shalat hari besar lainnya memakai masjid baru. Hal itu mengingat kondisi masjid yang sudah tua, sehingga perlu menjaga nilai sejarah masjid,’‘ tambahnya.
Ishak yang juga bekerja sebagai perangkat desa tersebut, pernah mendengarkan kalau ada bangunan tua di Palembang yang sama persis dengan Masjid Nurul Iman Desa Rantau Rasau Desa. Bahkan ada juga pintu dan jendela Masjid Nurul Iman sama persis dengan jendela dan pintu Pesantren Nurul Iman yang ada di Ulu Gedong.
‘‘Selain itu, tidak satu atau dua pengunjung yang mengaku saat beribadah di masjid ini merasa kalau sedang shalat di masjid Kota Jambi seberang, tapi banyak yang bilang. Saya juga heran,’‘ ungkapnya.
Ishak menceritakan, bahwa setelah wafatnya Habib Said Idrus, Islam dilanjutkan oleh Datuk Said Agil yang dipercayai masyarakat sekitar sebagai Wali. Makam Habib Said Idrus sendiri berada didekat Masjid besar di Olak Kemang Muaro Jambi. Sedangkan makam Datuk Said Igal berada di Desa Rantau Rasau Desa.