iklan Siti Fadilah Supari.
Siti Fadilah Supari. (Youtube Siti Fadilah Supari Channel)

“Tetapi dalam memilih vaksin, seharusnya diketahui hasil uji klinis fase tiga,” ucapnya.

Kalau pun belum ada hasil uji klinis fase tiga, maka bisa meminjam uji klinis fase tiga negara lain dengan vaksin yang sama.

“Untuk diketahui vaksin pertama yang dibeli pemerintah, yaitu Sinovac, itu kan belum selesai uji klinis fase tiganya,” ucapnya.

Artinya, kalau mau pakai vaksin Sinovac, maka harus meminjam uji klinis yang sudah selesai di negara lain.

Sampel Sinovac Tak Representatif

Dr Tifa juga menyoroti uji klinis vaksin Sinonac di Indonesia yang jumlah sampelnya sangat kecil, hanya 1.620 orang.

Itu pun mayoritas sampelnya hanya ada di satu provinsi, yakni Jawa Barat. Padahal jumlah penduduk Indonesia 270 juta jiwa lebih.

Di negara lain, kata dia, sampel uji klinis cukup representatif dan menyebar ke semua provinsi.

Di Turki misalnya, jumlah sampelnya sebanyak 10.000 lebih. Padahal jumlah penduduknya hanya 82 juta jiwa, jauh lebih kecil dibandingkan Indonesia.

Di Brazil, sampel uji klinis vaksin Sinovac sebanyak 13.000 ribu dengan jumlah penduduk 211 juta jiwa lebih.

“Di Brzail sebanyak 13.000 relawan uji klinis. Itu cukup representatif. Dan efektivitasnya hanya 54 persen,” kata dr Tifa.

“Artinya, akan ada orang sebanyak 50,4 persen yang terbentuk anti bodinya, ada yang tidak,” tambahnya.

Rendahnya efektivitas vaksin Sinovac dikritisi mantan Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari.

Dengan rendahnya efektivitas Sinovac, maka orang divaksin atau tidak hasilnya sama saja, bisa juga tidak.

“Kan ada batasnya kapan disebut efektif, yaitu kalau efektivitasnya di atas 50 persen. Tapi kalau di atasnya cuma 53 atau 54, berarti podo wae. Divaksin sama gak divaksin sama saja fifty-fifty bisa kena,” cetus Siti Fadilah,” kata Siti Fadilah.


Berita Terkait



add images