iklan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, angkat bicara soal tudingan penyingkiran 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK).
Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri mengatakan, angkat bicara soal tudingan penyingkiran 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK). (Dery Ridwansah/ JawaPos.com)

JAMBIUPDATE.CO, JAKARTA - Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Firli Bahuri angkat bicara soal tudingan penyingkiran 75 pegawai yang tidak memenuhi syarat tes wawasan kebangsaan (TWK). Tudingan penyikiran pegawai KPK ini terkait polemik 75 pegawai KPK yang gagal TWK sehingga tidak dilantik menjadi Aparatur Sipil Negara (ASN).

 Pasalnya 75 pegawai KPK yang tidak memenuhi syarat TWK itu saat ini dibebastugaskan dari KPK. Terlebih usai pertemuan dengan BKN pada Selasa (25/5), 51 orang dari 75 pegawai KPK dinyatakan akan diberhentikan dan 24 pegawai KPK lainnya akan mengikuti tes ulang.

“Saya agak heran ada kalimat upaya menyingkirkan. Saya katakan enggak ada upaya menyingkirkan siapapun. Karena tes yang dilakukan, tes wawasan kebangsaan diikuti dengan instrumen yang sama, waktu pekerjaan sama, pertanyaan sama, modul sama,” kata Firli di Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Selasa (1/6).

Jenderal polisi bintang tiga ini pun menegaskan 1.271 pegawai KPK dinyatakan lulus dan telah resmi dilantik menjadi ASN. Karena itu, dia mengklaim tidak ada niat untuk menyingkirkan pegawai KPK.

Sejumlah pegawai KPK yang dinyatakan gagal TWK itu antara lain penyidik senior KPK Novel Baswedan, Ambarita Damanik, Ketua WP KPK Yudi Purnomo, hingga Direktur PJKAKI Sujanarko.

“Hasilnya memenuhi syarat 1.271 orang memenuhi syarat, yang nggak memenuhi 75. Semua dikatakan sesuai syarat dan mekansime dan prosedur. Hasil akhir ada yang TMS dan MS. Jadi nggak ada upaya menyingkirkan siapapun,” klaim Firli.

Sebelumnya, penyidik senior KPK Novel Baswedan menyatakan langkah pemberhentian 51 pegawai KPK merupakan bentuk pembangkangan atas perintah Presiden Joko Widodo (Jokowi).

“Saya tidak tahu. Saya tidak tertarik untuk mencari tahu mengenai 51 atau 24, karena apapun itu adalah bentuk pembangkangan terhadap arahan Presiden,” kata Novel kepada JawaPos.com, Minggu (30/5).


Berita Terkait