iklan Disway
Disway

Harjanto sendiri sampai dikecam sebagian orang Tionghoa. Bukan soal pencantuman nama Gus Dur di jejeran nama-nama leluhur mereka. Tapi karena Harjanto sampai mengubah sajen (sesaji) di altar itu.

Menurut kepercayaan Tionghoa, di altar seperti itu wajib disajikan tiga macam makanan: Samseng. Tiga daging dari binatang bernyawa. Yakni daging ikan (air), daging ayam (udara), dan daging babi (darat). 

Tapi karena ada nama Gus Dur di situ daging babi ia ganti daging kambing. Itu dianggap melanggar adat Tionghoa yang berat. Tapi Harjanto bergeming.

Lalu ada usul kompromi: disediakan saja dua meja di altar itu. Satu meja untuk sajen yang seharusnya. Satu meja lagi sajen untuk Gus Dur. 

Harjanto, ketua perkumpulan itu, tidak setuju ada pembedaan. "Gus Dur itu tokoh anti diskriminasi. Kok sajennya saja dibedakan," ujarnya.

Saya sudah beberapa kali ke kelenteng Gudo. Pak Harjanto baru sekali itu. Maka malam itu ia bermalam di Jombang. Sekalian menikmati kikil kambing dan rawon kesukaan Gus Dur.

Paginya ia ke makam Presiden ke-4 RI itu. Di kompleks pesantren Tebuireng, Jombang. Ia terpana. Begitu banyak peziarah di makam itu. Tidak pernah putus.

Harjanto langsung punya ide: di hari Cing Bing depan ia akan mengadakan tur Cing Bing ke makam Gus Dur. "Pasti banyak orang Tionghoa yang ingin ke makam Gus Dur tapi tidak tahu caranya," katanya.

Di hari Cing Bing, orang Tionghoa wajib ke kuburan orang tua atau leluhur. Di hari Cing Bing seperti itu penerbangan penuh padat. Apalagi jurusan Jakarta-Pontianak. Sampai ada penerbangan ekstra. Berarti Cing Bing ke makam Gus Dur akan dilakukan sebelum atau sesudah hari Cing Bing.

Harjanto banyak hafal ayat Quran atau Hadis nabi Muhammad. Ia juga hafal lagu-lagu Yaa Lal Wathan ciptaan KH Wahab Chasbullah. Hubbul wathan minal iman —yang dipelesetkan oleh Gus Reza dari Pesantren Lirboyo menjadi hubbul madon minal iman.

Harjanto jugalah yang setiap Mei memperingati tragedi Mei 1998 —dengan caranya sendiri. Ia pernah membuat pementasan ketoprak Putri Cino —mengisahkan tragedi itu. Salah satu bintangnya Soimah —sebelum ngetop seperti sekarang.

Tahun lalu Harjanto jadi berita besar: memperingati tragedi Mei dengan rujak pare dan sambal kecombrang. Pare sebagai lambang kepahitan yang membawa kebaikan. Bunga kecombrang sebagai simbol wanita Tionghoa.

Ia ingin peringatan tragedi Mei 98 ditandai dengan sajian makanan —yang bisa mirip peringatan hari Bak Cang. 

Di mata warga Tionghoa, Harjanto sangat populer dengan TikTok-nya. Selalu mengena. Pendek. Isinya sering menjadi bahan renungan yang dalam.

Misalnya TikTok ini: ia memeragakan kunci gembok paling rumit dari India. Untuk membuka satu gembok itu diperlukan beberapa kunci. Kunci pertama hanya untuk membuka lubang kunci kedua. Dan seterusnya. Sampai lima kunci.


Berita Terkait



add images